KEMBALI pada suasana kantin yang ramai, aku merasa pusing pada siang hari ini. Walau suara siswa-siswi di sini tidak henti sejak tadi, mejaku terasa begitu sepi tanpa adanya teman yang lain.
Disini aku hanya berdua bersama dengan Lia. Laura ijin sakit, dan cowo-cowo di geng kami pergi main basket siang ini.
"La," panggil Lia seraya menggoyangkan lenganku yang terletak bebas diatas meja kantin.
"Kamu, gapapa?" lanjut Lia memastikan, karena wajahku terlihat sedikit pucat.
"Ha? Gapapa kok, Li. Kenapa?" balasku dengan sedikit bingung.
"Pergi ke taman aja, mau? Disini ramai," ajak Lia setelah dia berdiri.
Aku mengangguk pelan dan berjalan dengannya menuju taman sekolah. Jaraknya cukup dekat, dan tempatnya sejuk.
Kami duduk di salah satu bangku taman. Mata kami berdua menjelajah langit luas dengan hiasan awan tipis.
"La, aku mau tanya, boleh?" Aku menatap kearah wajah Lia, dan gadis itu membalas tatapanku tidak lama setelahnya. Aku mengangguk tanpa ragu, menyuruhnya untuk terus melanjutkan.
"Kamu ngerasa ga? Laura deket banget sama Jonathan?"
Ah, mulai lagi! Ini topik yang sangat aku hindari saat bersama Lia. Topik yang ujung-ujungnya akan menjadi buruk. Entah dengan suasana hati Lia yang mendadak suram atau pertengkaran kecil diantara kami.
"Iya. Kan, mereka memang temenan deket sejak TK."
Aku dapat mendengar dengan jelas helaan nafas Lia. "Tapi dia juga tau, kan? Kalau aku suka sama Jonathan."
"Dia tau. Makanya dia juga kadang jaga jarak sama Jonathan. Tapi, mau bagaimana pun, kamu ga berhak misahin mereka," jelasku sebisa mungkin untuk tidak menyinggung Lia.
"Iya iya, aku tau," jawab Lia dengan sebal.
"Kenapa? Galau?" tanyaku memastikan.
"Iya," Lia menjawab singkat tanpa menoleh kearahku.
Aku pun ikut memalingkan tatapanku, kembali memandangi langit siang hari ini.
"Dibawa santai aja, Li."
"Ya."
"Kamu ga mau nyatain perasaan aja?"
"Ga."
"Kenapa? Takut ditolak?" aku bertanya penasaran, sebenarnya sedikit ingin memancing Lia.
Lia menghela nafas dalam lagi, "iya."
"Emang udah dicoba?" godaku dengan usil.
"Belum."
"Ya udah, dicoba dulu," celetukku. Mata Lia langsung menatap tajam kearahku, tanpa aku tau artinya lebih dalam.
🕊⏳
Aku bergegas lari sekuat tenaga menuju gedung belakang setelah mendapat telefon dari supir keluargaku.
Senyuman lebar itu tidak bisa ku tutupi lagi.
"Aron!" pekikku tanpa memperdulikan sekitar yang mulai menatapku.
Aron tidak menoleh, tapi aku jamin dia sudah tau siapa yang berteriak tadi.
"Aron. Kata supir aku, kamu pulang bareng aku. Soalnya tante Lidya ga bisa jemput. Ayo, pulang bareng!" aku menggandeng tangan besar Aron tanpa ijin.
Kami memasuki mobil yang sama namun dengan ekspresi yang berbeda. Aku yang tersenyum sumringah, dan Arom yang berwajah datar seperti tidak ada semangat hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender's diary
Teen Fiction[TAMAT - Part masih lengkap] "𝐃𝐮𝐥𝐮 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐝𝐞𝐤𝐚𝐭 𝐤𝐢𝐧𝐝𝐞𝐫𝐣𝐨𝐲 𝐛𝐢𝐫𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐧𝐝𝐞𝐫𝐣𝐨𝐲 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐦𝐮𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐧𝐢𝐦𝐚𝐫𝐤𝐞𝐭, 𝐍𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠, 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐞𝐣𝐚𝐮𝐡 𝐒𝐮𝐫𝐠𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐁�...