Chapter 17 ☀︎ Fatal

108 19 0
                                    

KELAS bahasa Inggris begitu membosankn hari ini. Penjelasan nonstop dari guru bahasa Inggris kami (karena materi yang belum selesai) mengakibatkan hari ini tidak ada permainan simpel sebagai pendinginan otak.

Setelah pelajaran bahasa Ingris hari ini, kami langsung disambut oleh jam makan siang. Evan dan Jonathan tampaknya sudah membuat janji untuk pergi berdua hari ini, entah apa yang akan mereka bahas.

Sedangkan Laura, tadi aku melihatnya menerima pesan dan bergegas pergi entah kemana. Dia bahkan lupa berpamitan denganku, alhasil aku sendirian disini.

Aku memiliki dua pilihan sekarang, menghampiri Lia atau Aron. Cukup susah untuk memilih.

Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pergi menemui Aron saja. Kebetulan aku rindu, hehe. Lia juga pasti belum selesai dengan tugasnya, seperti biasa.

Aku berjalan dengan riang menyusuri koridor, dan melewati perbatasan kelas IPS menuju kelas IPA. Beberapa murid menyapaku, lantas ku sapa balik. Mereka ramah, dan itu menjadi salah satu alasan aku betah di sekolah ini.

Tepat di sebelah ruang lab kimia, terdapat kelas IPA dimana Aron menimba ilmu. Aku bergegas mengetuk pintu hingga seorang siswi datang menghampiriku.

"Kamu, Lavender, kan?" terka siswi itu yang aku balas oleh anggukan. "Kenapa, La? Kamu mau cari Aron?" tanyanya langsung pada inti. Aku lagi-lagi mengangguk namun dengan senyuman kali ini.

"Aron ga ada di kelas, La. Mau kamu tunggu?" tutur siswi itu setelah melihat ke sekeliling kelas namun tidak mendapati ada Aron di sana.

"Kalau ga ada di kelas ya udah, aku langsung pergi aja. Makasih ya, udah bantu," finalku sebelum meninggalkan kelas Aron dengan senyuman yang memudar secara perlahan.

Maka aku akan menghampiri Lia, satu-satunya teman yang tersisa.

Waktu berjalan begitu cepat, sudah sepuluh menit jam istirahat makan siang berlalu. Namun, aku belum menemui seorang teman pun. Lia hilang entah kemana, tidak ada di kelas.

Aku berjalan memutari lantai satu karena bosan. Tidak ada teman membuatku menjadi tidak bersemangat, apa lagi untuk makan.

Aku berpapasan dengan Keinna, perempuan yang sempat meminjam laporanku dulu. Aku tersenyum kearahnya tanpa paksaan, begitupun sebaliknya.

"Kamu cariin Aron sama Laura, ya?" tanya siswi dengan rambut terkuncir itu.

Aku mengangguk pelan dan menghentikan langkahku tepat disebelah Keinna.

"Aku lihat mereka tadi."

Tunggu, 'mereka'? Mereka berarti sedang bersama? Aku membuang pikiran aneh itu, dan tetap berusaha berpikir positif.

"Dimana?" tanyaku memastikan. Keinna tampak mengingat sejenak sebelum kembali berucap, "sekitar ruang boga. Tadi aku habis ambil apron aku yang ketinggalan soalnya."

Aku mengerutkan alis, mencoba menerka apa yang mereka lakukan berdua disana? "Makasih ya Kei, aku nanti susulin mereka."

Keinna tersenyum, "yup, sama sama. Aku duluan ya." Keinna melambaikan tangan padaku sebelum berlari kecil meninggalkan ku.

Aku bergegas menuju ruang boga yang Keinna maksud. Ruang boga yang terletak di sayap bangunan, cukup jarang dihuni pula. Tempat itu hanya akam dihuni saat murid hendak melaksanakan kelas Boga.

Langkahku semakin ku percepat. Hingga aku berhenti dibalik pilar besar, dekat dengan Laura maupun Aron.

Aku menutup mulutku rapat-rapat saat mendengar percakapan mereka. Aku tidak ingin ketahuan, apa lagi tertangkap basah.

"Ga bisa dong! Kamu gila apa gimana? Terus Lavender gimana? Kamu mau aku di musuhin?" pekik Laura dengan suara yang masih terkondisikan.

Pikiranku kembali melayang pada perkiraan buruk yang bisa saja terjadi.

"Ya udah, terus gimana?" tanya Aron dengan pasrah.

"Ya aku tau kita bisa aja lakuin itu, tapi masa aku jadi pacar kamu sedangkan Lavender cinta mati sama kamu? Ya gila kali!"

Jantungku berhenti berdegup sejenak. Aku rasa ini bukan perbicaraan yang seharusnya aku dengar. Mataku mulai memanas. Jika tidak salah dengar, Laura dan Aron, pacaran?

Bangunkan aku saja jika ini mimpi. Siapapun. Mama, pukul aku sampai bangun!

Aku pergi meninggalkan lokasi itu dengan segera. Aku berlari hingga taman belakang dalam waktu secepat-cepatnya sebelum kakiku kembali melemas. Aku duduk diatas kursi taman, menatap lahan kosong dihadapanku dan air mataku kembali menetes tanpa permisi.

🕊

Ini salahnya Laura yang salah pilih kata-kata atau salahnya Lala yang salah paham?

Salahnya author yang kebanyakan nulis 'salah'🙇🏻‍♀️

Dapet salam dari Laura, katanya, "maaf, udah bikin salah paham

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dapet salam dari Laura, katanya, "maaf, udah bikin salah paham."

Lavender's diaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang