SIANG ini kepalaku dibuat hampir pecah karena tidak dapat memahami dengan jelas materi matematika yang di berikan.
Aku menggaruk kulit kepalaku menggunakan unjung bolpoin tanpa tinta. Aku melirik kerah Laura yang sudah siap pergi ke kantin seusai pelajaran mat.
Aku memanggilnya agar mendekat, dan gadis itu menuruti. "Lau, kamu paham? Bisa jelasin ga? Aku ga paham."
Bukannya membantu seperti yang aku harapkan, Laura justru tertawa terbahak bahak. "Wahai kanjeng Lala, IQ saya itu lebih rendah dari kanjeng, jadi kalau kanjeng ga paham, jangan harap saya paham," ujarnya dengan senyuman.
Aku memijat pelipisku. "Stres banget kelihatannya?" celetuk Laura yang langsung aku angguki tanpa suara.
"Mau aku bantu?" tawar Evan yang tiba-tiba datang ke dekat meja ku.
Mataku langsung berbinar, ada Evan, ada tutor gratis. Aku mengangguk dan meminta Evan untuk segera membantuku.
Dia membantuku dengan begitu lancar. Bahkan penjelasannya mudah dipahami. Laura yang sedari tadi ikut menyimak pun ikut paham dengan mudah.
Penjelasan dari Evan selesai, dan aku memasukan bukuku ke dalam tas kembali. "Makasih ya, Van. Kalau ga ada kamu, ga tau deh gimana lagi," aku memasang wajah memelas.
Evan tertawa kecil. "Butuh imbalan."
Aku mengangkat kepalaku setelah memasukan bolpoin pada kotaknya. "Maksudnya?" tanyaku kikuk.
"Candaa. Jadi temen curhat aku aja, gapapa. Sebagai imbalan," ujar Evan.
"Ekhem, aku ke toilet," kata Laura mendadak sebelum pergi begitu saja meninggalkan ku berdua dengan Evan.
Aku mengangguk, "oke, jadi temen curhat doang, kan?"
Aku membenarkan posisi dudukku agar lebih nyaman. "Mau curhat apa sih? Gracia? Ga bosen apa?"
Evan menggeleng. "Udah ga sama Gracia lagi. Udah ga mau lanjutin, pawangnya galak kalau kamu mau tau."
Aku tertawa mendengar penjelasan itu. Pasti Evan habis membuat masalah dengan pacar Gracia sehingga kapok seperti ini.
"Kenapa?"
"Kemarin aku tuh cuma mau balikin buku catatan yang aku pinjem. Tau-tau diajak main tonjok sama Kevin. Gila itu pacarnya Gracia. Jadi takut ada KDRT nantinya," jelas Evan panjang. Aku tertawa cukup keras mendengar penjelasan itu.
Membayangkannya saja membuatku tertawa, apa lagi melihat secara langsung. Memang Evan yang notabene sedikit buaya kalau ketemu dengan pacar orang yang posesif, ya, pasti perang.
"Udah ya, curhat nya lanjut kapan-kapan aja. Aku juga mau ketoilet dulu," ujar Evan mengakhiri pembicaraan kami.
Aku mengangguk dan membiarkan Evan pergi ke toilet. Lantas aku ikut pergi menyusul Laura, siapa juga yang mau di dalam kelas sendiri tanpa teman? Mending mengajak Laura pergi ke kantin.
🕊
Sore ini kami bertemu di sebuah kafe bernama Tatanka. Kafe yang cukup cantik dan nyaman.
Semu ini usul dari Evan dan Laura yang bosan di rumah saja. Padahal sebentar lagi ada ujian tengah semester.
"Kenapa ngajak kumpul mendadak si?" Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa aku merasa canggung di sini. Ingin menolak ajakan untuk berkumpul, namun tidak ingin dikira sombong pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender's diary
Teen Fiction[TAMAT - Part masih lengkap] "𝐃𝐮𝐥𝐮 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐝𝐞𝐤𝐚𝐭 𝐤𝐢𝐧𝐝𝐞𝐫𝐣𝐨𝐲 𝐛𝐢𝐫𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐧𝐝𝐞𝐫𝐣𝐨𝐲 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐦𝐮𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐧𝐢𝐦𝐚𝐫𝐤𝐞𝐭, 𝐍𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠, 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐞𝐣𝐚𝐮𝐡 𝐒𝐮𝐫𝐠𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐁�...