Chapter 32 ☀︎ So, before you go

82 11 0
                                    

"SERIUSAN DEMI APA? CUMA GARA-GARA ITU?"

Aku membekap mulut Laura kecencang yang aku bisa. Gadis itu kembali datang ke rumahku hari ini, menagih janji ceritaku kemarin lusa.

Aku membuang nafas sebal. "Lau, aku percaya sama diri aku sendiri, mimpi itu pasti ada kaitannya. Toh, mimpi itu yang bikin aku sadar kalau Jonathan bukan orang yang bener-bener aku sayang."

Laura menggeleng pelan sambil menutup matanya, jari telunjuknya menempel di mulutku. "Bukan. Pertanyaan aku, kalau emang ga ada perasaan sama Jonathan, kenapa dipacarin, Laaa?"

Aku melayangkan pandang, menghindari tatapan mata Laura.

"La! Kenapa woi? Ngutang cerita lagi nih!" omel Laura yang kini berpindah ke depan tatapanku.

Aku kembali membuang muka. "Aku ga mau kasi tau."

Laura akhirnya duduk di kursi belajarku, gadis itu memasang wajah datar, sama seperti awalnya. "Ya udah kalau ga mau. Aku ga maksa. Semoga itu bukan sesuatu yang bikin aku pingin banting kamu, ya?" ujarnya jenaka. Aku tertawa tipis sejenak, "iya-iya."

Tapi kayaknya kalau kamu tau, kamu bakal banting aku sih, Lau, batinku sambil tersenyum ke arah Laura.

Tangan Laura menyalakan ponselnya, menampakan notifikasi dari sang kakak. "La, kak Mahe udah di bawah. Aku pamit pulang dulu, ya? Soalnya kak Mahe masih ada urusan lain habis ini."

Aku mengangguk lantas membuka pintu supaya Laura bisa keluar setelahku.

Kamu berjalan menuju luar rumah. Dan saat aku membuka pagar, aku mendapati dua buah mobil yang berbeda terparkir di dekat rumahku.

Aku menelan ludah dengan kasar. Laura yang menyadarinya hanya tersenyum kikuk. "La, selesaiin masalah kamu sama dia. Aku pulang dulu, dadaah!"

Laura menghilang setelah masuk kedalam mobil. Dan mobil itu langsung pergi begitu saja.

Aku hendak masuk kembali ke dalam rumah, namun aku rasa, jika tidak di selesaikan hari ini, maka kapan lagi?

Aku mengurungkan niatku untuk masuk dan mengunci pagar. Aku berdiri di ambang pagar rumah, menunggu Jonathan untuk keluar dari mobilnya.

Sayangnya, cowo itu sama sekali tidak menunjukkan niat untuk keluar. Alhasil aku yang mau tidak mau menghampiri mobil tersebut.

Angin siang yang panas menerpa halus wajah mulus aku. Sambil berjalan menuju mobil Jonathan, aku menyisir rambutku kebelakang karena menganggu.

Tok tok tok...

Aku mengetuk kaca mobil yang berwarna hitam tersebut, dan Jonathan segara menurunkan kaca mobilnya. "Masuk."

Aku mengangguk, lantas masuk lewat pintu di sisi lainnya.

"Kenapa?" tanyaku seraya menutup pintu mobil. Aku duduk dibagian kursi penumpang depan, sebelah kursi supir.

"Bisa jelasin? Kenapa kamu putusin aku secara mendadak setelah hilang kontak?" tanya Jonathan ingin tau. Karena pada dasarnya, sampai sekarang dia belum tau apa alasan aku memutuskan hubungan kami secara sepihak dan mendadak.

"Lia," jawab ku tanpa menatap balik netra hitam Jonathan. Tentu aku tidak mungkin berkata sejujur-jujurnya, itu akan melukai.

Jonathan mengangkat salah satu alisnya heran. "Kenapa harus karena dia?" suara laki tersebut melemah, membuatku merasa bersalah.

"La, Lia itu udah lewat. Dia masa lalu. Aku ga ada rasa sama dia, dan waktu aku tolak dia juga dia oke. Kenapa?" tanya Jonathan masih ingin tau.

Aku mengambil nafas dalam, "kemarin Lia lihat telfon kamu masuk. Dia marah. Dia pergi lagi, padahal kita baru baikkan beberapa menit lalu sebelum kejadian itu."

Lavender's diaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang