HARI ini merupakan hari Sabtu pertama sejak hari jadian kami. Aku memutuskan untuk pergi kerumah Jonathan dengan alasan ke rumah Laura. Tentu aku diturunkan di rumah Laura, namun tanpa mereka ketahui, aku berjalan menuju rumah sederhana Jonathan.
Aku mengetuk pintu itu perlahan, dan tanpa sadar tante Lilis datang untuk membukakan pintu.
Mendadak aku menjadi kikuk, bingung harus berkata apa. "E-hallo tante, aku mau ketemu Jonathan," sapaku berusaha tidak kaku.
Tante Lilis mengangguk. "Masuk aja, La. Tunggu di ruang tamu, ya? Tante panggilin Jonathan." Aku mengangguk lantas mengikuti tante Lilis dan duduk di ruang tamu mereka.
Aku melihat ke sekeliling ruangan ini. Terdapat beberapa bingkai foto keluarga mereka yang menampakan seberapa harmonisnya hubungan keluarga mereka. Andai aku juga bisa seperti ini. Di rumah hanya ada potret pernikahan papa mama, foto Laurencia, dan foto formalitas kami ber empat.
Jonathan turun setelah aku menunggu tidak lama. Laki-laki tersebut sedikit berlari ke arahku. "Kok kamu ga bilang mau kesini?"
Demi apapun aku terpesona dengan penampilan Jonathan. Walau laki-laki tersebut hanya menggunakan kaus hitam polos yang kelonggaran dengan celana kolor.
"Maaf, aku soalnya ijin ke mama buat dolan sama Laura."
Jonathan tertawa mendengar penjelasanku. "Laura tau?" Aku menggeleng. Bukannya marah, Jonathan malah mengatakan bahwa aku ada-ada saja idenya. Andai dia tau seberapa ketatnya mama dan papa.
"Terus mau ngapain di sini?" tanya Jonathan lagi. Hal itu sontak membuatku berpikir dadakan. "Ga tau juga, aku ga mikir apa apa sebelum datang kesin," jawabku jujur.
"Mau makan di minimarket deket sini? Mereka jual mie instan yang rasanya enak banget! Bisa makan di tempat."
Aku mengangguk antusias. Jonathan pun bergegas meminta ijin untuk mengambil kunci motornya terlebih dahulu tanpa mengganti pakaian lagi. Toh pakaian itu layak untuk dipakai pergi sekalipun.
Kami menaiki motor selama kurang dari sepuluh menit untuk sampai di mini market tersebut. Aku mengekori Jonathan yang masuk terlebih dahulu ke dalam mini market ini.
Laki-laki dengan pakaian oblong tersebut mengambil dua cup mie instan juga teh pucuk dingin dari kulkas. Dia bergegas membayarnya. Sedangkan aku duduk di luar terlebih dahulu setelah disuruh Jonathan.
Seusai membayar, Joanthan menghampiriku dengan mie instan yang sedang dimasak menggunakan air panas dari termos.
Aku tersenyum menatap Jonathan, begitu pula sebaliknya. Jadi ini yang namanya remaja sedang jatuh hati? Jadi ini juga yang dinamakan pacaran?
"Udah lima menit, makan ayo."
Aku mulai membuka tutup mie instan ku dan memakannya. Aku merasa ada seseorang yang menatapku, sehingga aku menaikkan kepalaku untuk menatap Jonathan. Ya, laki-laki itu yang menatapku.
"Kenapa? Aku ada yang salah?" tanyaku dengan setengah ragu.
Namun Jonathan menggeleng. "Engga. Tapi aku cuma mau bilang, aku sayang kamu," ujar laki-laki tersebut dengan menegaskan setiap kata di dalamnya.
Aku tersenyum malu. Pipiku terasa panas dan mulai memerah.
"Gemes banget kalau lagi salah tingkah," Jonathan mencubit pipiku dengan gemas.
Ini bocah bisa mendadak menjadi romantis dan penyayang jika sudah menemukan sosok pacar yang dia idamkan. Namun yang namanya Jonathan tetap menjadi Jonathan, sikap keanak-anakannya tidak hilang sekalipun dia sudah menjadi pacar resmi ku.
🕊
Luara dan Jonathan berjalan bersama menyusuri lorong. Mereka kebetulan bertemu saat ada di ruang guru tadi, dan memutuskan untuk pergi bersama menuju kantin.
"Kangen jalan sama kamu deh. Akhir-akhir ini kamu sama Lala terus," ujar Laura mendadak di tengah perjalanan mereka menuju kantin.
"Ngiri ya? Apa cemburu?" goda Jonathan iseng. "Ya kangen aja, ga ada unsur iri atau cemburu," jelas Laura agar Jonathan tidak salah paham.
"Eh, Lau, lihat tu. Ada Avea, ketos tahun ajaran ini. Cakep banget ga sih?" tanya Jonathan sambil menepuk pundak Laura.
Namun respon Laura malah menoyor kepala Jonathan sekencang tenaga. "UDAH ADA PACAR WOI!"
🕊
"La, tau ga?" Aku menggeleng dengan cepat karena memang tidak tau.
"Heh, itu basa-basi. Aku tau kamu ga tau, aku aja belum ngomong." Aku tertawa cukup lama.
Kami sekarang berada di kantin berdua, setelah Evan dam Jonathan memutuskan untuk pergi terlebih dahulu dengan alasan basket.
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Tadi cowo kamu hampir mau godain si Avea, ketua OSIS tahun ini." Aku lagi-lagi tertawa. "Emang agak genit bocahnya!"
"Kamu ga cemburu?" tanya Laura dengan curiga.
"Engga lah. Emang gitu anaknya, aku harus terima fakta. Kalau ga aku yang repot, Lau," jelasku yang diangguki Laura. Memang begitulah pemikiranku. Toh aku tidak berhak merubah Jonathan demi aku sendiri. Tapi mungkin memang ada baiknya Jonathan merubah sikap tersebut sedikit.
"Eh, La," panggil Laura lagi. Aku menoleh kearahnya.
"Kalau kamu pacaran sama Jonathan pun, aku tetep boleh pergi sama dia, kan? Atau kita harus putus pertemanan?" tanya Laura dengan cemas.
"Engga kenapa-kenapa kok, Lau. Temenan aja. Kan, kalian emang udah deket dari lama. Toh, aku bukan istrinya juga. Dia masih bebas mau pergi dan temenan sama siapa aja, asal tau batasan."
Laura ber-oh mendengarkan penjelasanku yang cukup panjang itu. Perempuan tersebut tersenyum lebar. "Makasih, ya, La. Sumpah demi apapun, aku ngerasa kamu berpikir dewasa."
Aku tersenyum membalas perkataan Laura. Sedikit merasa tersanjung.
🕊
Ini bukan ngemis Vote
Tapi info aja, Vote itu untuk support dan apresiasi pada penulis karena udah nulis karya tersebut
Jadi kalau kalian ga keberatan, tolong bantu vote yaa 🏋🏻
Terimakasihh 🎂
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender's diary
Fiksi Remaja[TAMAT - Part masih lengkap] "𝐃𝐮𝐥𝐮 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐝𝐞𝐤𝐚𝐭 𝐤𝐢𝐧𝐝𝐞𝐫𝐣𝐨𝐲 𝐛𝐢𝐫𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐧𝐝𝐞𝐫𝐣𝐨𝐲 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐦𝐮𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐧𝐢𝐦𝐚𝐫𝐤𝐞𝐭, 𝐍𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠, 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐞𝐣𝐚𝐮𝐡 𝐒𝐮𝐫𝐠𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐁�...