"The marks humans leave are too often scars."
●●●●
"Anak-anak sudah tidur, Pak. Bibi sudah di rumah sejak satu jam yang lalu."
Begitulah berita yang Jevian dengar dari Bi Eni ketika tadi ia menanyakan keberadaan anak-anak. Sore sudah lama berganti senja lalu tenggelam dalam kegelapan malam. Usai rapat selesai, ada beberapa hal yang membuat Jevian sempat tertahan sebelum akhirnya berhasil mencuri waktu guna menghubungi Jihan kembali.
Don't get him wrong. Jevian akan sangat marah jika ada yang mengartikan sikapnya sebagai ajang cari-cari kesempatan. Sebab belasan panggilan tak terjawab dari Jihan tentu saja akan membuat sesuatu dalam benak Jevian mendadak panik. Semula Jevian pikir telah terjadi sesuatu yang buruk pada anak-anak, namun mendengar kabar dari Bi Eni yang sudah kembali ke rumah dengan keadaan yang baik-baik saja, Jevian mulai berpikir apakah sesuatu terjadi pada Jihan?
Meski pada akhirnya setelah memastikan keadaan anak-anak Jevian tetap memilih untuk melanjutkan sisa pekerjaannya—sebab prioritas utamanya saat ini tentu saja bukan lagi Jihan—namun rasa khawatir itu tak kunjung reda dari benaknya hingga akhirnya mau tidak mau Jevian mendial ulang nomor ponsel Jihan setelah segala urusan kantor berakhir.
Dering itu terhenti pada nada keenam. Lalu suara tidak familier dari seberang membuat Jevian mengerutkan keningnya dalam-dalam.
"Halo?" panggil Jevian memastikan.
"Iya, halo. Selamat malam, Bapak. Apakah benar ini kerabatnya Ibu Naura?"
Jevian terdiam sejenak. "Benar. Apa yang terjadi? Dan maaf, kalau boleh tau saat ini saya sedang berbicara dengan siapa ya?"
Selang empat puluh menit setelahnya, mobil Jevian terparkir dengan tidak rapi sebab sudah ditinggalkan pemiliknya pada basement sebuah rumah sakit umum. Si penelepon bilang, ia adalah suster unit gawat darurat yang merawat Jihan setelah ditemukan tak sadarkan diri oleh orang asing lainnya di sebuah halte bus. Ketika Jevian bertanya kenapa mereka menghubungi nomernya, wanita di seberang sana justru tergugu sejenak sebelum menjawab,
'Ini.. di sini tertulis 'Ayahnya anak-anak', Pak. Apa saya salah menghubungi?'.
Terdapat diam yang terlalu canggung untuk didengar sebelum Jevian menjawab sekenanya dan buru-buru beranjak mendatangi rumah sakit di mana Jihan berada.
Langkah panjang Jevian membawanya menuju pintu unit gawat darurat sebelum akhirnya berhenti di depan meja informasi yang dijaga oleh dua suster yang kala itu tengah berbicara dengan seorang dokter dan beberapa perawat lain di sana.
"Selamat malam, Bapak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Pasien atas nama Naura Jihanata.."
"Oh, dengan wali dari Ibu Naura?" suster yang berdiri di balik meja kini menatap seorang pria di samping Jevian. "Kebetulan sekali, Bapak. Dokter Fabian ingin berbicara dengan wali beliau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiderari | Jung Jaehyun
RomanceCinta ini berduri. Tapi sejenak aku lupa, aku tak menggenggamnya sendirian.