"To me, you are beautiful. Dont ever let anyone else tell you the other way."
●●●●
Dentang bel berbunyi nyaring di tengah keheningan toko. Sore itu langit tengah mendung-mendungnya. Berbaur dengan lembayung yang hampir berpulang, lelampuan di dalam florist mulai menyala terang guna menggantikan cahaya mentari. Jihan mendongak begitu suara langkah kaki terdengar. Berniat menyapa pelanggan barunya, gadis itu urung bersuara saat mendapati sosok Jevian yang sudah berdiri di depan meja rangkai."Hai.." sapa Jevian ringan sembari meletakkan hot choco di dekat sudut meja.
"Hai. Sebentar ya, Mas. Aku selesain yang ini dulu."
Jevian mengangguk dalam diam. Matanya menelusuri rupa Jihan yang tampak sangat indah saat tengah serius-seriusnya merangkai bunga pesanan pelanggan. Jemari gadis itu lentik dan feminin, begitu lincah memproyeksikan indahnya rangkaian yang telah ia susun dalam imajinasinya sendiri ke dalam bentuk nyata.
"Mas nggak capek? Duduk dulu sana."
Jevian hanya terkekeh dan memilih untuk menurut. Langkah kaki membawanya untuk duduk di sisi florist yang tertutupi rak bunga dan merupakan spot favorite Jihan karena di seluruh bangunan toko, pojok ini adalah personal spacenya dari orang-orang luar sebab berada di belakang rak bunga yang mampu menutupi dengan sempurna. Spot itu berada tepat di samping kaca yang mengarah pada dunia luar, dengan meja dan kursi yang ditata guna menemani Jihan di kala istirahat siang atau Jevian di kala ia tengah berkunjung.
Jevian menatap awan keabuan yang tampaknya sudah sangat siap menghajar permukaan bumi dengan hujan badai. Sembari meletakkan tas kerjanya dan membuka setelan luar yang ia gunakan, lelaki itu mulai membuka kancing di ujung kemeja sebelum menggulungnya hingga siku.
"Habis ini masih ada pesenan lagi?" tanya Jevian sembari duduk di kursi rotan dengan bantalan empuk.
"Enggak, ini yang terakhir kok. Buat besok. Tapi kebetulan karna pesenannya bunga kering jadi aku selesain sekarang aja."
Suara Jihan terdengar jauh dari tempatnya bekerja. Menjawab pertanyaan Jevian yang kemudian dibalas pria itu dengan anggukan paham.
"Mau buka toko sampai jam berapa, Jihan?"
Untuk sesaat, tidak ada jawaban hingga Jevian—yang saat itu tengah menatapi layar ponselnya—dapat mendengar langkah kaki yang mendekat. Jihan mengambil duduk di depannya dengan salah satu tangan menggenggam cup hot choco yang sempat Jevian bawakan untuknya. Lalu gadis itu menyesapnya dengan bibir tertarik sedikit guna mengukir senyum tipis.
"Udah aku tutup. Baru aja."
Jawaban itu membuat Jevian menoleh pada pintu dan benar saja, sign di depan sana sudah berubah. Manik pria itu kemudian kembali pada Jihan dengan binar heran.
"Cepet banget? Kan nggak bakalan kemana-mana juga?"
"Tapi Mas di sini."
"Oh.. aku ganggu?" kedua alisnya naik sedikit, tampak ragu-ragu.
"Enggak." Jihan menyahut cepat, tak ingin lelaki di depannya salah paham. "Tapi kan nggak mungkin aku tinggal sendirian juga."
"Berarti aku ganggu."
Jevian terkekeh pelan saat bibir Jihan tampak mengerucut. Biasanya saat Jevian menggodanya dengan candaan ringan, Jihan cenderung menyerah lebih cepat sebab ia termasuk tipikal manusia yang selera humornya setipis lapisan bawang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiderari | Jung Jaehyun
RomanceCinta ini berduri. Tapi sejenak aku lupa, aku tak menggenggamnya sendirian.