"So.. it's the ending we're never prepared for."
●●●●
Ada satu hal yang sejak dulu selalu melekat pada Jevian, dan semua orang tau itu.
He dont believe at the second chance.
Jutaan manusia hidup di bumi dengan kepercayaan yang mereka bangun masing-masing mengenai sebuah hubungan. Dan Jevian memilih untuk tidak percaya pada kesempatan kedua. Menurutnya, hidup ini bagaikan sebuah novel. Tidak peduli berapa ratus kali pun kita membaca ulang, kita tetap akan menemukan akhir yang serupa.
Pada kasus yang buruk dan menyakitinya, Jevian tipikal yang enggan memberikan kesempatan bagi orang yang sama untuk menyakitinya kembali. Karena ia juga percaya bahwa setiap kali kita berhasil disakiti oleh orang lain, itu sebab kita membiarkan mereka untuk melakukannya.
Maka ketika siang itu Jevian yang baru saja keluar dari hotel selepas meeting dan menemukan Jihan dengan laki-laki lain tengah menunggu kisi lift terbuka hingga wanita itu menghilang entah menuju lantai berapa, ada banyak sekali hal yang berkecamuk dalam benaknya kala itu.
Jevian lahir dari keluarga yang harmonis. Yang ketika papa ketahuan berbohong—entah mengenai hal kecil atau bahkan pekerjaannya—mama akan marah dan papa akan memohon maaf dengan penuh penyesalan. Dulu ketika Jevian bertanya mengapa papa begitu takut ketika mama mulai marah, lelaki itu akan menjawab karena papa tidak ingin kehilangan mama. Ia memang salah dan tindakannya tidak dapat dibenarkan.
'Apapun alasannya, bohong itu suatu hal yang buruk. Jadi jangan dibiasakan. Apalagi bohong sama orang yang udah kasih kepercayaannya sama kamu. Karena di dunia ini, nggak ada yang lebih menyeramkan daripada broken trust, Je.'
Jevian belajar dari papa bahwa kebohongan adalah suatu keburukan yang pelan-pelan akan menggerogoti hidupmu jika kamu tidak menyadari dan segera memperbaikinya.
Maka ketika malam itu Jevian bertanya, 'Sumringah banget? Seru ya hangoutnya?' pada Jihan yang kala itu masih duduk di depan kaca rias, senyum canggung istrinya ketika mengangguk membuat perasaan Jevian terluka.
Selama ini Jihan tidak mau repot-repot bercerita siapa teman yang mengajaknya pergi. Tidak pula repot menyampaikan pada Jevian ke mana ia pergi. Sebab selama ini Jevian selalu menaruh percaya padanya, pada apapun yang akan ia lakukan. Tapi ketika Jevian memergokinya bersama pria lain dan Jihan memilih untuk tidak jujur meski Jevian berkali-kali memberikan pertanyaan yang seharusnya bisa menuntun Jihan untuk bercerita tanpa perlu dikorek oleh suaminya sendiri, Jevian jadi mengerti bagaimana rasanya ketika sebuah kepercayaan yang utuh perlahan mulai retak.
Untuk beberapa saat, ia membiarkan Jihan sibuk dengan dunianya sendiri. Jevian berusaha untuk tidak terlalu menggebu-gebu dan salah langkah meski jauh di dalam hatinya ia mulai terluka. Lalu seolah Tuhan membuka jalan baginya, malam itu setelah makan malam di rumah ayah dan ibuk sebagai agenda bulanan mereka untuk berkunjung, tiba-tiba ayah yang kala itu masih menatap bintang lewat teropong kebanggaannya bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiderari | Jung Jaehyun
RomanceCinta ini berduri. Tapi sejenak aku lupa, aku tak menggenggamnya sendirian.