Empat

1.6K 290 70
                                    

"Manusia sering kali lupa, bahwa penyesalan selalu hadir mengiringi emosi yang tumpah ruah."

●●●●

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

●●●●


Gerimis sore itu menyambut kedatangan Jevian. Dari arah pintu kedatangan bandara, sebuah mobil sudah menungguinya. Seorang pemuda awal dua puluhan berjalan mendekati Jevian dan segera membantunya untuk meletakkan koper di bagasi. Namanya Dante. Putra bungsu dari supir kantor—yang menurut Pak Le tidak ingin melanjutkan kuliahnya dan lebih memilih langsung bekerja. Jevian menerimanya tidak terlepas dari tawaran yang diajukan Pak Le serta kebutuhan dadakannya akan supir pribadi kini. Karena setelah berpisah dari Jihan, ia butuh seseorang untuk menemani Bi Eni mengantarkan anak-anak ke sekolah sebab wanita paruh baya itu tidak mahir mengemudikan mobil atau pun motor.

"Mau mampir ke suatu tempat dulu, Pak?"

Pertanyaan Dante membuyarkan lamunan Jevian. Lelaki tiga puluh tahunan itu menoleh pada kaca rear view mobil tempat Dante sesekali melirik ke arahnya guna memastikan jawaban.

Dulu kala masih ada Jihan di sisinya, kepulangan dinas dari luar kota hanya akan menyisakan hasrat ingin buru-buru menginjakkan kaki di rumah. Menyisakan rindu yang buru-buru ingin Jevian tebus pada sang istri dan kedua jagoan kecilnya, sementara Jihan sudah akan sibuk memasakkan menu yang Jevian request sebelum ia kembali. Tidak ada tujuan lain ataupun acara mampir sana-sini. Segala hal bisa Jevian kesampingkan demi menebus rindu pada keluarganya.

Tapi kini tentu segalanya sudah jauh berbeda. Jevian tidak akan menemukan punggung sempit Jihan di balik dapur rumah. Ia tidak akan menemukan masakan wanita itu sebagai penebus rindu. Ia tidak akan menemukan senyum indah Jihan di sana. Namum meski perih, tentu saja itu tidak bisa Jevian jadikan alasan untuk tidak buru-buru pulang. Mengingat meski tak ada Jihan, masih ada dua permata hati yang menunggunya untuk kembali. Terlebih lagi sejak semalam Jevian sudah dirundung gelisah karena Bi Eni berkata bahwa si bungsu tengah rewel karena demam.

"Langsung pulang aja. Kamu udah ngabarin Bi Eni, kan?"

Dante ingat ia sudah mengirimkan pesan pada Bi Eni saat menunggui Jevian di pintu kedatangan tadi. Biasanya ini akan jadi pertanda untuk Bi Eni menyiapkan makan malam atau kebutuhan rumah sebelum Jevian tiba. Atau sesekali ia akan mengabari Bi Eni karena sudah membawa makanan dari luar sehingga wanita paruh baya itu tidak perlu repot memasak lagi.

"Sudah, Pak."

Jevian mengangguk sekali. "Saya capek. Kalau saya tinggal tidur, gapapa?"

"Nggak apa-apa, Pak. Silahkan istirahat, nanti saya bangunkan kalau sudah sampai."

"Oke. Terima kasih, Dante."

"Sama-sama, Pak."

Dante mematikan suara radio dan menurunkan suhu di dalam mobil agar membuat Jevian nyaman. Selang beberapa menit kemudian suasana mobil menjadi benar-benar hening sebab Jevian akhirnya terlelap.

Desiderari | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang