"Bukan kamu yang membuatku terluka. Melainkan memori tentang kita, yang begitu ingin ku benci namun tak pernah bisa."
●●●●
Jihan terbangun dengan rasa letih di seluruh tubuh. Sudah empat hari berlalu usai kepergian Jevian dan kedua buah hatinya, namun belum ada kabar sama-sekali yang Jihan terima dari mantan suaminya itu. Ia tidak mengetahui di mana Dave dan Devan berada saat ini sebab Jevian menolak untuk memberikan alamat tinggalnya pada Jihan.
Memeluk perutnya lembut, wanita itu bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur. Jemarinya meraih sebuah kotak susu bubuk bersamaan dengan suara riuh air yang mendidih. Pagi itu hujan lebat melanda kota. Bunyi tetes air yang berasal dari kebocoran atap, juga bau tanah yang menguar membuat perasaan Jihan berkecamuk hebat.
Paginya tidak pernah sesuram ini selama tujuh tahun berada dalam bahtera bersama Jevian. Apapun yang terjadi, setiap pagi yang ia lalui dalam rumah tangga mereka selalu dipenuhi warna. Meski hujan lebat di pagi hari bukanlah hal yang baru, namun hujan kali ini seolah mewakilkan perasaan Jihan yang penuh dengan air mata.
Hujan pagi itu seolah mengerti bahwa Jihan butuh ditemani.
Denting ponsel menarik perhatian Jihan. Berpaling dari jendela balkon, sebuah pesan masuk membuat jemarinya bergetar halus saat membuka ponsel.
'Anak-anak baik-baik saja, Nyonya. Semalam keduanya menginap di rumah neneknya karena Bapak harus pergi ke luar kota hari ini.'
Pesan dari Bi Eni membuat hati Jihan teriris perih. Padahal akan lebih mudah bagi Jevian jika kedua buah hati mereka tetap bersama Jihan. Atau mungkin, lelaki itu bisa berbesar hati menitipkan mereka pada Jihan di saat-saat seperti ini.
Memisahkannya dengan Dave dan Devan terasa sangat kejam. Karena Jevian sendiri tau jika Jihan tidak dapat hidup tanpa kedua malaikatnya itu. Namun seolah buta, Jevian justru terkesan memang mencari-cari cara agar Jihan menderita. Mungkin baginya, Jihan memang pantas diperlakukan seperti ini.
Menghela napas, Jihan membalas pesan Bi Eni dengan ucapan terima kasih.
Seharusnya ia tidak melakukan ini. Seharusnya, Bi Eni mematuhi perintah Jevian untuk tidak menghubungi Jihan lagi. Namun apa mau dikata, keabsenan kabar dari Jevian membuat Jihan nekat bertanya pada Bi Eni. Dan wanita itu sangat amat bersyukur saat menemukan jika Bi Eni tidak turut membencinya dalam kisah ini.
Lewat jendela kaca yang mulai buram berembun dan dingin, Jihan mengingat-ingat terakhir kali kota diterpa hujan sederas ini. Rupanya perasaan tak asing itu datang dari memory tujuh bulan lalu, kala reuni sekolah menengah yang diadakan di sebuah resto keluarga mempertemukan Jihan dengan Daniel. Mantan kekasihnya.
Tidak banyak hal yang terjadi malam itu. Pertemuan yang terjadi untuk menuntaskan rindu masa-masa sekolah dulu berlangsung lancar dan meriah. Jihan bertemu banyak sekali teman lama yang tak lagi ia dengar kabarnya usai menikah dan diboyong Jevian untuk tinggal di kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiderari | Jung Jaehyun
RomanceCinta ini berduri. Tapi sejenak aku lupa, aku tak menggenggamnya sendirian.