"Layaknya kapal yang membutuhkan awak, bahan bakar dan peta untuk bergerak mencapai tujuan. Lantas manusia naif mana yang berpikir bahwa sekedar cinta mampu membawa sebuah bahtera berproses menuju tempat yang lebih baik?"
●●●●
Jihan duduk tepat di bawah tenda ketika malam mulai menjemput dan kedua putranya bersama Lami dan Ajis sudah sibuk berlarian dengan masing-masing menggenggam batangan kembang api yang menyala. Setelah makan malam selesai, anak-anak bersikeras tetap ingin bermain meski harusnya mereka tidak boleh pulang terlalu larut mengingat besok Jevian harus pergi bekerja. Tapi sebab hari itu adalah hari spesial untuk Dave, Jevian berakhir mengabulkan keinginannya untuk tinggal lebih lama.
Beberapa menit yang lalu, Jihan masih dapat melihat Jevian yang ikut bermain dan tertawa bersama anak-anak sebelum dalam hitungan menit kemudian lelaki itu menghilang entah ke mana. Sementara Jihan, tentu saja mendapatkan banyak protes dari berbagai pihak yang memintanya untuk duduk saja tanpa ikut-ikutan melakukan aktifitas fisik, sebab berjalan sebentar saja napasnya sudah mulai sesak. Apalagi kalau dipinta berlarian main kembang api.
Malam itu angin berhembus membelai kulit, menggerakkan dedaunan dan ranting, menari bersama helai rambut Jihan yang tak sempat dipeluk erat kunciran ekor kuda. Beruntungnya kali itu, Jihan mengenakan long dress berbahan tebal dan kardigan rajut yang membuat sepoi angin tidak mudah masuk hingga membuatnya gigil. Dari tempatnya duduk, Jihan dapat melihat Dave dan Devan tampak tengah seru-serunya bermain bersama Ajis dan Lami di lapangan hijau yang diterangi lelampuan remang yang menghiasi camp groud. Sesekali mereka akan berteriak memanggil, atau melambai heboh dalam rangka pamer kembang api yang tengah mereka pegangi.
Andai Jihan adalah tipikal yang mudah terkejut, mungkin ia sudah akan berteriak histeris saat mendadak dalam lamunannya, sebuah cup beraromakan cokelat kental yang mengepulkan uap terpampang tepat di depan matanya. Lalu saat Jihan mendongak, ia mendapati Jevian tengah menatapnya, menunggunya menerima segelas cokelat hangat itu untuk diseruput.
"Makasih Mas." ujar Jihan kikuk saat menerima minumannya.
"Hm."
Belum reda rasa kikuk yang mendera Jihan, ia kembali dibuat terkejut dengan Jevian yang memilih untuk duduk di kursi rakit single yang berada di sampingnya. Jihan mengerjap beberapa kali lalu melirik lelaki yang tampak tenang-tenang saja itu tengah menyeruput minumannya.
"Kalau minuman kamu terlalu panas, nanti aku minta tambahan es."
Dan suara Jevian akhirnya menyadarkan Jihan jika ia sudah terlalu lama menatap lelaki itu dalam diam.
"Masih suka hot choco, kan?"
Pertanyaan itu Jevian lontarkan tanpa menoleh sama sekali. Ia masih memandang jauh pada anak-anak yang tengah bermain di lapangan. Dan Jihan menjawab dengan dua anggukan, sebelum keduanya terjebak dalam keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiderari | Jung Jaehyun
RomanceCinta ini berduri. Tapi sejenak aku lupa, aku tak menggenggamnya sendirian.