Dua Empat

783 134 28
                                    

"Life comes at us in waves. Learn to surf."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


●●●●


Seyogyanya manusia memang tempatnya salah dan khilaf.

Dulu sebelum jauh-jauh harus menerima pelajaran hidup seberat ini, Jihan hanya memaknai kalimat itu seadanya. Oh, ya, tentu saja ia berbuat salah. Oh, ya, tentu saja ia pernah khilaf. Oh, ya, tentu saja ia memiliki banyak kekurangan. Sebab menurutnya, memang kekurangan itulah yang menjadikan kita seorang manusia.

Tapi pernah ada yang mengatakan padanya dulu, bahwa seberat-beratnya cobaan yang Tuhan berikan pada hambanya adalah bukan saat kita kekurangan namun justru saat kita dipenuhi keberlimpahan. Apapun jenis keberlimpahan itu.

Jihan masih ingat betul dua-tiga pertemuan awalnya bersama Daniel terjadi secara tidak sengaja. Yang pertama saat reuni, yang kedua bahkan masih ditemani anak-anak dan Seno. Lalu berikutnya entah mengapa, lelaki itu berhasil membuatnya berjanji untuk bertemu di suatu tempat lainnya meski hanya berdua tanpa sebuah ketidaksengajaan.

'Nggak masalah, cuma ketemu temen lama kok.'

Bisik benak Jihan kala ia berusaha mencari pembenaran atas izin 'mau ketemu temen' yang ia dapatkan dari suaminya di setiap pagi di tengah sesi sarapan mereka.

Jihan juga ingat dengan jelas bahwa Jevian akan tersenyum lembut dan mengangguk senang. Sebab, lelaki itu memang seolah ingin Jihan merasa bahagia dengan hangout dan berkumpul bersama teman-temannya. Jevian bahkan pernah berkata, 'Temen-temen deketku, satu kantor. Temen kuliah juga, kantornya nggak jauh-jauh banget. Aku sering ketemu anak-anak di tongkrongan. Tapi kamu kan enggak. Setelah florist tutup kamu beneran selalu di rumah. Coba deh, sesekali hangout. Ajak anak-anak angkatan kamu spa treatment gitu misalnya. Atau shopping. Aku nggak mau kamu merasa setelah menikah, kamu jadi nggak punya kehidupan dan kebutuhan pribadi, Jihan.'

Jadi suatu pagi ketika Jihan kembali meminta izin, Jevian justru mengangguk antusias di sisinya. Berikut dengan izin di hari-hari selanjutnya.

"Keluar jam berapa? Nanti anak-anak sama bibi makan siang di kantor aja bareng aku." lalu jemari lelaki itu terulur untuk meraih sehelai rambut pada bahu Jihan dan membuangnya ke lantai.

"Sekitaran jam sepuluh, Mas. Nanti kalau sempet, aku makan siang di kantor kamu juga."

Jevian menggeleng sembari menggumam memberikan penolakan. "Just take your time. Jarang-jarang kamu hangout, jadi manfaatin aja waktunya baik-baik. I'll take care of the kids today."

Jihan tidak membalas, kedua maniknya justru tertuju pada Dave dan Devan yang tampak tengah mengunyah pancake mereka dengan tenang. Usai sarapan, anak-anak berlarian memasuki mobil setelah menciumi pipi Jihan bergantian. Meninggalkan sang ayah yang berjalan santai di belakang mereka.

Desiderari | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang