"Sensitive people are the most genuine and honest people you will ever meet. However, the moment you betray them, they become the worse type of person."
●●●●
Di sepanjang perjalanan menuju flat, Jevian berkali-kali menghela napas guna meredakan keresahannya sendiri. Ini akan jadi kali pertama baginya berkunjung ke tempat tinggal Jihan setelah mantan istrinya itu melahirkan. Meski dulu ia pernah satu kali datang untuk membantu Jihan menggendong Devan yang tertidur pulas di toko, namun kembali menginjakkan kaki di sana dengan keadaan yang sudah jauh berbeda membuat Jevian diselimuti keresahan. Dulu menatap Jihan dengan perut yang membuncit saja sudah berhasil membuat ego Jevian terusik. Lalu bagaimana sekarang? Saat bertemu Jihan membuat Jevian harus ikut bertemu dengan bayi dalam dekapnya pula.
Beberapa kali Jevian merasa keringat mengalir di sepanjang garis tulang punggungnya. Padahal dua bocah di hadapannya tampak sangat bersemangat. Dan tidak butuh waktu lama, ketiganya sudah berdiri di depan pintu flat. Ketika bel dibunyikan, Jevian bisa mendengar suara ibuk yang bertanya 'Siapa?' dari arah dalam dan anak-anak yang menjawab dengan meneriaki nama masing-masing. Lalu wajah ibuk yang sangat sumringah pun tampak saat beliau membukakan pintu. Yang wanita paruh baya itu tidak sempat antisipasi adalah, kehadiran Jevian yang ikut berdiri di belakang kedua cucunya.
"Jevian?" tanya ibuk sedikit tidak percaya.
Namun, bukan panggilan terkejut dari ibuk yang menjadi fokus utama Jevian.
Mendadak, dunianya seakan tuli dan sebuah denging kencang menyambar pendengaran Jevian kala dari ujung daun pintu, ia menemukan Jihan yang duduk bersandar pada sofa single, tengah bersenandung lembut sembari menyusui seorang bayi yang presensinya tersembunyi di balik breastfeed cover.
Jantung Jevian terasa seperti jatuh menuju perut. Detaknya amat kencang hingga mulai terasa menyakitkan. Dan lelaki itu tenggelam cukup lama sebelum diteriaki oleh si bungsu,
"Ayah?!"
Yang kemudian tidak hanya membuat Jevian tersadar dari lamunannya, namun Jihan yang semula tampak begitu fokus mengasihi pun jadi ikut mendongak. Dan mata mereka bersatu dalam adu pandang yang terasa begitu lamat.
Usai mengerjapkan matanya dua kali Jevian menatap ibuk yang juga tampak bingung untuk berkata, "Ibuk, sebentar. Jevian taruh di sini dulu ya Buk. Masih ada kardus yang ketinggalan di mobil."
Dua buah reusable bag besar dengan cetak logo sebuah tempat perbelanjaan highend pun Jevian letakkan di dekat pintu bagian dalam. Tapi belum sempat ia beranjak, lengannya disentuh lembut oleh ibuk.
"Nggak mau mampir dulu, Nak?"
Pertanyaan ibuk membuat Jevian mematung sesaat. Mata tua itu menatapnya penuh penghrapan, seolah ibuk takut jika kali ini Jevian akan kembali kabur seperti yang terakhir kali ia lakukan di rumah sakit dulu. Tapi pertanyaan itu Jevian jawab dengan sebuah senyum dan genggaman tangan yang lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desiderari | Jung Jaehyun
RomanceCinta ini berduri. Tapi sejenak aku lupa, aku tak menggenggamnya sendirian.