[10] FASE MENGETAHUI

143 31 7
                                    

Bumi akan terus berputar, meski kau sedang merasa kesepian.

* * *

Ruangan dengan dekorasi yang cukup mewah ini terlihat elegan. Cat dinding berwarna krem disertai beberapa polesan berwarna emas menambah suasana semakin mewah. Perabotan di dapur terlihat lengkap dan berjajar dengan rapi.

Di sebuah meja, terdapat delapan kursi yang mengelilinya. Di tengah meja yang cukup besar, sudah didapati beberapa makanan yang dihidangkan.

"Sini, Din, duduk." Rafka mengarahkan Meira agar duduk di sampingnya.

Gadis itu hanya mengikuti perintahnya. Dia duduk di samping Rafka yang sudah mulai mengambil nasi dan lauk pauknya. Tak lupa lelaki itu menyiapkan juga untuk Meira yang masih terlihat canggung dan malu.

"Makan sama main di sini aja, ya," pinta Rafka, "kalo udah pulang suka males keluar lagi," ujar Rafka pada Meira yang belum sama sekali membuka suara.

Meira hanya mengangguk pelan menanggapi permintaan Rafka. "Ibu lo ada?" tanya Meira sambil sedikit celingukan ke beberapa sudut ruangan. Namun, tak terlihat satu orang pun yang ada di sana kecuali dirinya dan Rafka.

"Nyokap gue lagi kerja, pulangnya malem." Rafka menyodorkan sepiring nasi kepada Meira.

"Makasih." Meira mengambil piring nasi tersebut.

"Lo mau ketemu dia?" tanya Rafka kemudian.

"Enggak juga, sih. Nanya aja. Belum kenalan udah minta makan di sini," ucap Meira.

Gadis itu merasa tak enak karena baru pertama kali menginjakkan kaki di rumah Rafka, tetapi sudah disuguhi makan. Untuk seorang anak kos-kosan seharusnya ini kabar gembira. Namun, tetap saja gadis itu merasa canggung dan malu.

"Nggak apa-apa, santai aja. Temen-temen gue juga banyak yang suka main ke sini, makan di sini, malahan nambah terus makannya," jelas Rafka. "Yuk, dimakan."

Keduanya menyantap makanan dengan tenang. Tak ada satu obrolan pun yang terlontar dari keduanya hingga makanan dihabiskan. Sepertinya, kedua remaja itu kelaparan hingga fokus makan.

Selesai makan, Meira membereskan piringnya dan menyimpannya di tempat cuci piring. Niatnya, dia akan membersihkan piring sebagai ucapan terima kasih karena telah diberi makan. Namun, di wastafel tidak ada sabun cuci piring, hanya terlihat sabun cuci tangan.

"Ini nyuci piringnya pake apa? Pake sabun cuci tangan?" tanya Meira dengan polosnya kepada Rafka yang masih duduk dan memerhatikannya sejak ia beranjak.

Lelaki itu hanya tertawa kecil melihat tingkah gadis yang tengah berdiri di dekat wastafel seraya membawa dua piring makan. Dia sengaja tak melarang Meira untuk mencuci piring. Dia sudah menebak jika gadis itu tidak tahu kalau piringnya tinggal dimasukkan ke mesin cuci piring.

"Mau dicuci pake tangan?" tanya Rafka yang hanya mendapat anggukan dari Meira. Lantas, dia sedikit tertawa lagi. "Enggak usah, Din. Lo tinggal masukkin aja piringnya ke mesin cuci piring itu," ucap Rafka lagi seraya menunjuk mesin yang berada di dekat wastafel.

Meira merasa malu karena kebodohannya. Maklum saja, di kampung tidak ada yang seperti itu. Setelah memasukkan piring ke mesin, gadis itu masih bingung dengan cara menggunakannya. Lelaki yang tadi sedang duduk pun peka, lalu menghampiri gadis itu dan mencontohkan cara penggunaannya dengan memencet beberapa tombol yang tersedia.

Setelah Rafka dan Meira menyelesaikan makanan dan membersihkan piringnya, lelaki itu mengajak Meira ke lantai atas. Gadis itu masih dengan rasa canggungnya, tetapi Rafka terlihat sangat terbuka dan senang akan kedatangan Meira. Keduanya menyusuri anak tangga menuju lantai atas.

FASE RASA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang