[3] FASE MEMULAI

268 45 39
                                    

"Sori, ya. Gue udah punya SIM A, SIM B, SIM C, kecuali simpati dari lo yang belum gue punya."

***

Sudah satu minggu Meira di Jakarta. Sudah dua hari Meira menjalani kuliah. Kesehariannya sama saja. Kuliah pulang, kuliah pulang.

Rabu ini, Meira libur kuliah. Inginnya jalan-jalan, karena seharian di kosan itu membosankan. Hanya, Meira tak begitu suka kalau pergi sendirian. Lantas, dia memutuskan untuk pergi ke kampus. Sepertinya, dia harus berkunjung ke perpustakaan untuk sekadar membaca novel.

Setelah selesai beres-beres di kosan, sekitar pukul sepuluh pagi, Meira pergi ke kampus untuk berkunjung ke perpustakaan. Dia mencari novel yang akan dibawa pulang.

"Eh, ini aja, deh. Dari dulu pengen banget baca buku Garis Waktu. Mumpung sekarang ada, pinjem aja, lah," ucap Meira bermonolog.

Sebelum meminjam buku, Meira harus registrasi untuk daftar sebagai anggota perpustakaan di kampus. Selesai mengisi beberapa data, Meira membaca kembali buku yang akan dipinjam.

***

Pukul 11.50 WIB. Meira memutuskan untuk makan siang di kantin. Tak berselang lama, Meira yang sedang memakan makanannya, dipertemukan dengan tiga orang lelaki yang saat itu sempat bertemu.

"Eh, Adinda, ya?" tanya salah satu lelaki yang rambutnya berwarna pirang.

Meira yang masih mengunyah makanan, lalu menjawab sebisanya. "Eh? Iya."

"Inget, nggak sama kita?" tanya lelaki yang sedang menggunakan hoodie merah.

"Em ...." Meira sedikit mengingat saat memperhatikan wajah ketiga lelaki di hadapannya. "Oh, iya! Kalian yang ngomongnya kasar itu, ya?" tanya Meira dengan percaya diri.

"Heh! Bisa-bisanya yang diinget ngomong kasarnya," tegur lelaki yang satunya lagi.

"Oh, kalau ini gue tau. Lo yang namanya Kakanda, kan?" tanya Meira dengan ekspresi wajah seakan baru ingat sesuatu.

"Hah? Kok, Kakanda?" tanya lelaki yang menggunakan hoodie merah.

"Sat, Jing. Lo ke kelas duluan aja, ya. Gue mau makan dulu," ucap lelaki yang dipanggil Kakanda oleh Meira.

"Bukannya tadi ud—" Ucapan Jingga terpotong oleh Satria.

"Udah, yuk. Duluan aja. Rafka masih laper kayaknya," ucap Satria yang rambutnya pirang.

Satria dan Jingga berlalu meninggalkan dua mahasiswa baru itu di kantin.

"Bukannya si Rafka udah makan, ya, tadi sama kita?" tanya Jingga.

"Lo kayak nggak ngerti aja, sih. Dia 'tu mau deketin si Adinda," jelas Satria pada Jingga.

"Iya, bener! Kok, lu pinter, sih?"

"Udah dari sananya," jawab Satria dengan santai.

Keduanya melanjutkan perjalanan menuju kelas. Di lain sisi, Rafka sedang berusaha mendekati Meira.

"Din, eh, gue manggil lo apa, ya? Dinda?" tanya Rafka.

"Apa aja, sih. Asal jangan Sayang," jawab Meira.

"Oh, berarti Beb aja!" tebak Rafka.

Meira menatap Rafka dengan tatapan mengancam. "Tolong, nggak usah aneh-aneh, ya. Panggil Meira aja," saran Meira.

"Kok, dari Adinda jadi Meira, sih?"

"Ya nggak apa-apa, bagus aja gitu dipanggil Meira."

"Nggak, ah, gue panggil Dinda aja."

FASE RASA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang