[4] FASE MENGAGUMI

213 39 30
                                    

"Udah baik, ganteng, rajin ibadah, adem banget kayak ubin masjid."

***

"Dih, permainannya gitu. Modus," ucap Meira ketus.

"Tapi lo seneng kan gue ajak jalan jalan?" tanya Rafka memastikan.

"Ya, seneng, sih."

"Nah, ya udah. Ini itung-itung imbalan karena gue udah bawa lo jalan-jalan. Sekarang, ayo kita ke Monas!" ajak Rafka antusias.

"Beneran? Bukannya Monas jauh ya dari sini?" tanya Meira ragu.

"Ya, nggak apa-apa kan namanya juga jalan-jalan."

"Tapi ini udah sore, entar pulangnya kemaleman."

"Tenang aja, gue yang anterin lo sampe depan pintu rumah, nggak sampe depan gang. Ya, kalau bisa, sampe dalem rumah juga nggak apa-apa, lebih bagus lagi kalo disuguhin dulu," ucap Rafka dengan serius.

"Ngadi-ngadi. Gue ngekos, ya. Sampe gerbang kosan aja!" ucap Meira sinis.

"Oh, ngekos. Ya udah, sampe depan gerbang, ya? Deal?" ucap Rafka menawarkan kesepakatan.

Meira mengembuskan napasnya berat. "Iya."

"Yes, ke Monas!" ucap Rafka dengan gembira.

Padahal, Meira yang ingin jalan-jalan, tetapi Rafka yang lebih gembira.

Selesai makan, Rafka izin pada Meira untuk pergi ke musala yang ada di tempat makan. Meira hanya menatap punggung lelaki yang dibaluti jaket hitam itu.

Udah baik, ganteng, rajin ibadah, adem banget kayak ubin masjid, batin Meira.

***

Sore ini, jalanan kota sudah tak lenggang. Kendaraan sudah banyak yang berlalu-lalang menuju pulang. Langit sore tak terlalu indah karena tertutup gedung-gedung yang menjulang.

Setelah satu jam perjalanan, kedua anak manusia yang berboncengan, baru sampai di tempat tujuan. Waktu sudah hampir Magrib, lelaki dengan poni yang menutupi setengah dahinya itu memutuskan untuk mencari masjid.

"Gue mau cari masjid dulu, bentar lagi Magrib," ucap Rafka.

"Ya udah," jawab Meira.

Meira turun dari motor setelah Rafka memarkirkannya dengan rapi.

"Lo dari tadi gue perhatiin nggak solat mulu, lo islamnya islam KTP, ya?" tanya Rafka frontal seraya turun dari motor dan menyimpan helmnya.

"Enak aja! Gue lagi halangan, ya," jawab Meira ketus.

"Pantesan dari tadi sensi mulu."

Rafka merapikan rambutnya karena kusut setelah menggunakan helm, sedangkan Meira hanya menatap Rafka dengan tajam, seperti ingin menerkam.

Rafka yang baru sadar dengan tatapan gadis di hadapannya itu, langsung panik. "Eh, iya-iya. Santai-santai," ucap Rafka menenangkan.

Meira masih menatap Rafka dengan datar.

"Lo mau nunggu di mana? Kalo nunggu di sini, kejauhan deh kayaknya. Entar kalo ada yang nyulik lo gimana?" tanya Rafka yang selalu seenaknya.

"Ya udah, gue tunggu depan masjid," putus Meira.

Keduanya berjalan menuju masjid terdekat. Rafka berjalan dengan tenang satu langkah di depan Meira. Sementara di belakang, Meira asyik menggerutu.

"Nyesel tadi muji dia dalem hati," gerutu Meira pelan.

FASE RASA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang