[14] FASE GAGAL BERHARAP

127 28 7
                                    

Kota yang dahulu sering diimpikannya, kini menjadi saksi kisah pilunya. Hidup memang sering tak sejalan dengan apa yang diharapkan.

***

"Besok-besok, kalo pulang malem, gue jemput, ah." Lelaki itu terdengar sedikit posesif.

"Nggak usah. Lagian lo ngapain, sih, repot-repot ngurusin gue. Lo, kan, bukan siapa-siapa gue," ujar Meira dengan nada yang sedikit kesal. Dia kesal karena lelaki itu selalu bersikap perhatian, tetapi kenyataannya, di antara mereka tak ada hubungan spesial.

Rafka terdiam. Dia menyimpulkan bahwa Meira ingin ada hubungan dengannya. Kayaknya, sekarang waktu yang tepat buat gue nyatain perasaan, batin Rafka.

"Din," ucap Rafka sedikit menunduk, tetapi matanya menatap Meira. "Lo ... mau nggak," Rafka menggantungkan ucapannya. Dia merasa gugup saat ingin mengungkapkan perasaannya, padahal dia sudah terbiasa mengungkapkannya sebulan sekali pada perempuan yang berbeda.

"Mau," sanggah Meira cepat sebelum Rafka melanjutkan perkataannya.

Rafka sedikit terkejut hingga matanya terbelalak. "Mau? Emangnya tau, gue mau bilang apa?" tanyanya memastikan karena tahu kalau Meira sering mengerjainya.

"Ayo aja, mau makan, kan? Mau makan apa?" tanya Meira santai.

Rafka mengembuskan napasnya kasar. Dia menggaruk-garuk tengkuknya beberapa detik meski tidak gatal. Susah banget, sih, ah, batinnya.

Entah mengapa perempuan yang menyukai Rafka itu mau-mau saja berpacaran dengan lelaki itu meski tahu dia selalu berganti pasangan. Mungkin karena lelaki ini pandai membuat nyaman. Bisa terlihat saat dia mendekati Meira. Sudah bisa dipastikan, saat ini sasarannya adalah gadis desa itu.

"Ayo, katanya mau makan," ajak Meira seraya beranjak dari tempat duduknya. "Eh, gue mau ganti baju dulu, deh, yang ini kotor," ujarnya seraya menunjuk bajunya yang kotor.

"Ya, udah." Rafka terlihat sedikit cemberut.

Meira meninggalkan Rafka yang masih duduk di bangku bagian pojok halaman kos-kosan. Gadis itu berjalan dengan tertatih-tatih karena lutut kirinya masih terasa sakit. Rafka hanya memerhatikannya dari kejauhan.

Meira tahu kalau tadi, lelaki itu ingin mengungkapkan perasaannya. Namun, ia alihkan arah pembicaraannya karena tak ingin terlalu cepat memiliki hubungan. Apalagi dengan lelaki yang katanya setiap bulan sering berganti pasangan.

Saat di kamar, Meira bermonolog seraya mencari pakaian yang akan dikenakan. "Lagian, member, kok, ngibulin master. Nggak tau aja dia kalo gue udah kebal dengan segala tipu muslihat para buaya. Pawang, kok, dilawan," ujarnya yang merasa sudah menjadi pawang buaya karena sangat berpengalaman, padahal dia sering sekali terbawa perasaan jika terus menerus diperhatikan seseorang.

Setelah menemukan baju yang pas, lalu Meira menggantinya. Namun, mulutnya tak berhenti bermonolog sedari tadi. "Udah mah dulu sering dibohongin mantan, disakitin mantan, diselingkuhin mantan, terus sering baca wattpad tentang modus-modus para buaya. Gimana enggak jadi pawang kalo udah gini." Selesai mengenakan pakaiannya, gadis itu becermin seraya berkacak pinggang. "Gila, sih, bangga banget sama diri sendiri," ujarnya seraya menggelengkan kepala dengan rasa bangga.

***

Di sebuah warung seafood yang pengunjungnya cukup ramai, terlihat Rafka dan Meira sedang makan dengan lahap. Keduanya fokus pada makanan masing-masing. Kali ini, Meira yang mentraktir Rafka. Katanya, dia tak enak jika terus-terusan ditraktir lelaki itu. Lelaki itu terlalu baik perihal mentraktir dan mengantar-jemputnya. Karena menghargai niat baik Meira, jadi Rafka mengiyakan keinginan gadis itu untuk membayar makanan kali ini.

FASE RASA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang