"Dalam hubungan itu harusnya saling berkomunikasi. Kalau komunikasinya aja udah jelek, apalagi yang lainnya. Modal percaya doang mah enggak cukup."
* * *
Tiga hari sudah berlalu. Hari Senin ini adalah minggu kedua gadis desa itu berkuliah di Jakarta. Para dosen di kampusnya sudah mulai membahas materi. Gadis Bandung yang selalu duduk di bangku paling depan itu terlihat fokus mendengarkan dosennya dari awal hingga selesai.
Hari ini, dia tak melihat gadis yang selalu merundungnya. Entah ke mana hari ini dia tidak masuk kuliah. Namun, ini merupakan momen terbaik bagi Meira. Dia merasa lega dan bebas dari satu masalah yang sering menghampirinya.
Meira sudah berniat ketika semester dua, dia akan pindah kelas. Setidaknya, menghindari Hana jauh lebih baik daripada terus menerus dirundung setiap bertemu. Meski dia berani untuk melawan Hana, tetap saja ada rasa cemas dalam hatinya. Dia tak pernah tahu se-nekat apa orang itu akan mengusiknya.
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Langit biru sedang terlihat cantik dengan awan putih yang menggumpal. Seorang gadis tengah berjalan dengan santai di bawahnya. Sebelum pulang, Meira mengisi perutnya terlebih dahulu di kantin kampus.
"Hai," sapa seorang lelaki kepada Meira.
Gadis yang sedang asyik makan sendirian itu, sedikit terkejut dengan kedatangan lelaki di sampingnya. "Eh?" Meira melirik orang itu. "Kak Farhan, ya?" tanyanya memastikan.
"Iya, Farhan. Masa lupa, sih." Farhan masih berdiri hingga membuat Meira harus mendongak agar melihat ke arahnya.
Meira tersenyum canggung. "Iya, kadang suka lupa kalau ketemu orang yang masih baru, Kak." Meira yang tadi sedang asyik makan, kini mendiamkan makanannya.
"Nggak apa-apa. Lanjut aja makannya," ucap Farhan mempersilakan Meira, "gue duluan, ya," pamitnya.
"Oh, iya, Kak." Meira tersenyum. "Hati-hati," ucapnya kemudian.
Farhan hanya membalasnya dengan senyuman. Lelaki itu berlalu pergi dari hadapan Meira.
"Kenapa cowok yang kenalan sama gue itu cakep-cakep, sih. Kan, jadi bingung milihnya," ucap Meira bermonolog pelan dengan percaya diri.
Senyum lelaki yang menyapanya tadi masih membekas di pikiran. Rasa percaya diri semakin meningkat kala mengingat dirinya yang diikuti Farhan di Instagram. Namun, rasa cemas pun menyaingi kala mengingat dirinya sering diteror beberapa perempuan.
Belum selesai mata Meira menatap kepergian kakak tingkatnya itu, dari arah belakang ada yang menyapanya lagi.
"Sore, Dinda ...," ucap seseorang itu dengan ramah.
Meira sedikit tersentak, lalu mengalihkan pandangannya kepada orang yang baru datang itu. "Eh, Ka. Ngagetin aja."
Sebelum menyapa Meira, Rafka sempat mengikuti tatapan gadis itu yang tertuju kepada punggung lelaki yang telah berlalu. "Lo kenal sama cowok tadi?" tanya Rafka seraya duduk di bangku yang berhadapan dengan Meira.
"Enggak terlalu, sih. Kenal doang gitu, selewat," jawab Meira seraya melanjutkan makan.
"Oh." Rafka hanya melihat Meira yang sedang menyuapkan makanannya ke mulut.
"Lo kenal?" tanya Meira.
"Kenal," jawab Rafka, "dia terkenal banget di kampus ini. Lo juga di-follow sama dia, kan? Kok bisa?" tanya Rafka mulai penasaran.
"Ya, enggak tau, waktu itu gue lagi makan di sini, terus dia dateng. Jadi, makan bareng, deh. Pas udah beres makan tiba-tiba nanyain username IG gue. Ya, gue kasih tau, lah. Pas dia udah pergi, gue cek HP, ternyata followers-nya banyak," jelas Meira dengan tenang, "kayak lo!" lanjutnya dengan penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FASE RASA [TELAH TERBIT]
RomantizmMerantau di kota orang memang tak mudah. Meira harus berjuang untuk mimpi dan misinya. Mimpinya kuliah di Jakarta sudah terwujud, tinggal menjalani apa yang telah diraih. Misinya mencari seseorang adalah hal yang paling susah. Mengitari Jakarta send...