[27] FASE BERSUA DALAM DUKA

137 22 11
                                    

Nyatanya, lelaki yang terlihat sering bercanda, bisa serius saat menjaga perempuan yang disayanginya.

***

"Bu! Rini, Bu!" Teriakan Rian menggemparkan seisi rumah yang dihuni oleh keluarga kecil Meira.

Waktu telah menunjukkan pukul setengah satu malam. Pak Wijaya dan Bu Risa yang sudah terlelap dari tadi, terpaksa harus membuka mata melihat apa yang terjadi. Keduanya menuju kamar Rian.

Meira yang sedang asyik berbincang di kamarnya pun langsung berlari menuju sumber suara. Sambungan telepon yang masih tersematkan, ia matikan tiba-tiba. Gadis tersebut menuju kamar adik laki-lakinya.

Biasanya, Rini tidur bersama sang ibu. Namun, karena sekarang sudah ada sang ayah, Rini berinisiatif untuk tidur bersama Rian. Tadi, gadis kecil itu sudah tidur lebih dulu. Sementara kakak laki-lakinya masih asyik bermain game.

"Astaghfirullah, Yan. Rini kenapa?" tanya Meira yang panik saat melihat bibir Rini sudah pucat.

"Rini!" seru Risa yang baru datang bersama suaminya.

"Rian enggak tau. Tadi, tiba-tiba Rini kayak ngorok gitu bentar. Terus badannya langsung lemes gini," jelas Rian yang masih syok.

"Cepet, kita bawa ke rumah sakit," ucap Pak Wijaya, lalu membopong tubuh gadis kecil itu.

Pak Wijaya, Bu Risa, dan Rian langsung masuk ke dalam mobil seraya membawa Rini. Meira masih terlihat mengunci pintu rumahnya sebelum berangkat. Setelah semuanya lengkap, Pak Wijaya melajukan kendaraannya ke arah rumah sakit terdekat.

Lima anggota keluarga itu terlihat panik. Sang ibu masih mencoba membangunkan putrinya. Dia menepuk-nepuk pelan pipi Rini. Namun, gadis tersebut tak kunjung membuka mata.

"Rin, ya Allah. Rini bangun," ucap Bu Risa panik.

Sesampainya di rumah sakit, Rini langsung dibawa ke ruang UGD. Dokter meminta satu orang untuk masuk ke ruangan agar melihat proses pemeriksaan. Sepertinya, dokter tersebut telah melihat beberapa kemungkinan yang terjadi pada pasiennya.

Pak Wijaya sudah berada di ruangan. Bu Risa dan kedua anaknya terlihat panik dan bingung di luar ruangan. Mereka hanya mondar-mandir di depan pintu UGD menunggu dokter dan Pak Wijaya keluar.

Di dalam ruang UGD, dokter memeriksa dengan cepat tubuh Rini yang sudah pucat dan dingin. Sambil melakukan pemeriksaan, dokter tersebut bertanya-tanya pada Pak Wijaya. Terlihat dua orang suster sedang memasang beberapa kabel yang tersambung ke tubuh Rini dan mesin pendeteksi impuls listrik jantung.

Saat alat telah tersambung dengan tubuh Rini, tak ada detak jantung atau tanda-tanda bahwa grafik di monitor naik turun. Grafik tersebut lurus dan mengeluarkan suara melengking yang panjang. Hati Pak Wijaya menolak percaya, tetapi itulah kenyataannya.

Dokter bertanya lagi beberapa hal pada Pak Wijaya. Dokter tersebut bertanya perihal riwayat penyakit dan kondisi Rini beberapa hari kebelakang. Pak Wijaya menjawab sepengetahuannya.

"Mohon maaf, Bapak. Putri Bapak telah meninggal dunia. Dilihat dari ciri-cirinya, kemungkinan putri Bapak meninggal sekitar setengah jam yang lalu." Dengan berat hati, dokter tersebut mengucapkan kalimat seperti itu. Dia terlihat ikut berduka.

Pak Wijaya langsung syok. Dia tak tahu harus berbuat apa. Dia hanya menangisi putri tercintanya. Sementara itu, sang dokter keluar untuk memberitahukan keluarga yang menunggu di luar.

Tak berselang lama, Bu Risa, Meira, dan Rian memasuki ruangan seraya menangis dengan rasa tak percaya.

"Rini, bangun, Rin. Katanya kamu mau ikut ke Jakarta, Rin," ucap Meira dengan deraian air mata. "Katanya kamu mau main lagi sama Kakak, Rin."

FASE RASA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang