"Mau kaki berapa pun kalo makanannya enak mah, gas ajalah."
***
Di puncak sebuah gedung yang terkenal, dua insan manusia sedang menikmati keindahan malam. Sang gadis dengan senangnya melihat lampu malam yang berkelip menyaingi bintang. Sang lelaki dengan senang melihat gadis di hadapannya tersenyum lebar.
Keduanya semakin tenang menikmati suasana sekitar. Mengingat hari ini adalah hari Rabu, tak terlalu banyak pula orang yang berkunjung. Keduanya membicarakan beberapa hal agar tidak bosan.
"Din," seru Rafka pelan.
"Iya," jawab Meira.
"Eh, enggak jadi, deh," ucap Rafka membuat Meira penasaran.
"Apaan?"
"Enggak."
Meira hanya mengembuskan napas pasrah. Ia mengalihkan fokusnya pada pemandangan malam lagi.
"Ka." Kini, Meira yang memanggil Rafka.
"Kenapa?" tanya Rafka.
"Enggak jadi, deh," ucap Meira mengikuti ucapan Rafka tadi.
"Lah? Apaan, Din?"
"Nggak enak, kan, kalo digituin?" tanya Meira.
Rafka hanya cengengesan. "Sorry, tadi gue beneran lupa," dalih Rafka.
"Ka," seru Meira lagi.
"Kenapa, Din?" tanya Rafka lembut.
"Makasih, ya, udah diajak jalan-jalan," ucap Meira, "gue seneng banget diajak ke Monas malem-malem. Bagus pemandangannya," lanjutnya.
"Iya, sama-sama." Rafka tersenyum. "Kapan-kapan gue ajak lagi ke tempat lain yang lebih bagus, deh."
"Ke mana? Ke taman Margasatwa lagi?" ledek Meira sedikit terkekeh.
"Kalo lo mau, ayo aja," jawab Rafka serius.
"Iya, deh, entar. Kapan-kapan."
"Din, ke sana, yuk," ajak Rafka menunjuk ke sudut lain.
Meira mengangguk dan mengikuti Rafka yang berjalan ke arah kanan.
"Lo mau gue fotoin, enggak?" tanya Rafka.
"Boleh?"
"Ya boleh, lah. Pake HP gue aja, ya?"
"Em ...." Meira berpikir dahulu. "Iya, deh."
"Coba candid aja, ya."
Sebenarnya, Meira tak pandai berpose. Jadi, ia melihat pemandangan dengan sebagian badan yang terlihat di kamera.
Dengan lihai, Rafka memotret gadis di depannya. Hasilnya cukup bagus karena Rafka hobi memotret objek.
"Udah. Entar gue edit dulu, ya," ucap Rafka.
"Ok."
Sudah hampir setengah jam Meira dan Rafka di puncak Monas. Keduanya asyik berbincang hingga perut Meira ikut bersuara.
"Lo laper?" tanya Rafka.
"Hehe. Iya," jawab Meira.
"Ya udah, makan dulu aja, abis itu pulang. Udah jam delapan," ujar Rafka.
"Iya, yuk. Gue yang traktir!" ucap Meira.
"Yakin, nih? Gue makannya banyak," jelas Rafka.
"Ya, tau diri aja, sih," sindir Meira.
KAMU SEDANG MEMBACA
FASE RASA [TELAH TERBIT]
RomantiekMerantau di kota orang memang tak mudah. Meira harus berjuang untuk mimpi dan misinya. Mimpinya kuliah di Jakarta sudah terwujud, tinggal menjalani apa yang telah diraih. Misinya mencari seseorang adalah hal yang paling susah. Mengitari Jakarta send...