[16] FASE BERANGAN

128 24 16
                                    

"Gua emang nggak punya hak atas dia. Tapi, ada rasa sayang yang gua jadiin sebagai pelindungnya."

***

Kalo ada, nyebelin. Kalo nggak ada, ngangenin. Punya ilmu apaan, ya, bisa gitu, batin Meira.

Kini, gadis itu sedang duduk di ruang kelas. Dosen sedang asyik menjelaskan di depan. Namun, Meira malah asyik berangan. Wajahnya mengarah ke depan, tetapi tatapannya entah berkelana ke mana.

"Oke, sekarang Ibu mau nanya ke ...." Bu Jia sedang menelusuri satu per satu mahasiswanya dari belakang hingga ke depan. "Nah, yang pakai kerudung hitam." Dosen bahasa Indonesia itu menunjuk Meira. "Coba jelaskan kembali apa yang dimaksud kalimat efektif!" titahnya.

Meira yang duduk di barisan paling depan itu langsung terperangah. Dia mencerna sejenak pertanyaan yang dilontarkan oleh Bu Jia. Otaknya berputar mencari penjelasan perihal kalimat efektif. "Em ... kalimat efektif ... merupakan kalimat yang mudah dipahami orang lain dan penyampaiannya tidak bertele-tele," jawab Meira dengan beberapa jeda karena sekalian mengarang.

"Oke, lumayan. Jangan ngelamun kalau Ibu lagi jelasin, ya," ujar Bu Jia menegur Meira yang terlihat sedang melamun dari tadi.

Gadis itu merasa malu karena ketahuan melamun. Duh, dodol! Ngapain, sih, mikirin si Rafka! Dia aja belum tentu mikirin lo, batin Meira terus merutuk. Kejadian barusan pasti akan melekat di kepalanya. Sejak kejadian itu, dia selalu fokus mendengarkan dosen jika duduk di barisan paling depan.

Tak terasa jam kuliah telah selesai. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Sebelum pulang, Meira ke perpustakaan kampus dahulu. Dia mengembalikan buku yang sempat dipinjamnya minggu lalu. Sekalian dia istirahat sejenak sebelum pulang ke kos-kosannya.

Meira membuka gawainya dengan niat akan memotret suasana perpustakaan. Setelah itu, dia mengunggahnya di akun Instagram. Tak sengaja, gadis itu melihat Rafka mengunggah cerita Instagram. Karena penasaran, dia melihatnya. Dalam unggahan lelaki itu, terlihat tirai putih di sebuah ruangan. Tak ada keterangan apa-apa kecuali gambar tersebut.

Kayaknya, dia lagi sibuk jagain neneknya, batin Meira. Semoga cepet sembuh, Nek, ujarnya lagi mendoakan dalam hati.

Tak lama, Meira beranjak dari perpustakaan. Dia bergegas untuk pulang. Jalanan kota saat itu cukup ramai. Gadis yang sedang menjinjing totebag itu, pulang dengan menaiki angkutan umum. Dia turun di depan sebuah gang yang hanya masuk kendaraan beroda dua atau tiga.

***

Malam belum begitu larut. Apalagi malam ini adalah malam Minggu. Terdengar beberapa suara kendaraan masih berlalu-lalang di jalanan sekitar kos-kosan. Suara perut Meira pun ikut terdengar bergemuruh. Katanya, ia ingin es krim.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun, karena keinginan Meira kuat, dia memberanikan diri untuk pergi ke minimarket di dekat kos-kosan. Dia tak menghiraukan jika ada perempuan memakai gamis putih diam di tangga seperti yang diceritakan Rafka.

Gadis itu menyusuri jalanan yang tidak terlalu ramai. Berjalan sekitar tiga ratus meter, Meira telah sampai di seberang minimarket yang dituju. Beberapa menit kemudian, gadis yang mengenakan hoodie berwarna abu muda dan kerudung hitam segi empat itu telah menenteng satu kresek putih berisi es krim dan beberapa makanan ringan.

Meira terdiam di pinggir jalan untuk menyeberang. Dari arah kiri tak ada kendaraan, tetapi dari arah kanan terhalang tikungan beberapa meter. Dengan yakin, dia melangkahkan kakinya. Baru dua langkah gadis itu maju, dari arah kanan tiba-tiba muncul sebuah mobil yang melaju cukup kencang.

FASE RASA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang