Terima kasih, karena hadirmu, aku sedikit tenang. Karena candamu, aku sedikit lupa akan kesedihan.
* * *
Lampu gedung dan jalanan telah menerangi malam yang seharusnya gelap gulita. Jalanan kota saat itu cukup ramai. Pemandangan kota terlihat cantik di mata orang yang sedang menikmatinya.
Rafka dan Meira berkendara di bawah lampu jalanan. Mobil yang dikendarai lelaki itu tak terlalu cepat melaju. Di dalam mobil, keduanya saling diam. Mungkin, capai karena seharian mengabiskan waktu bersama.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Biasanya, Meira belum mengantuk. Namun, saat itu matanya sudah berat untuk sekadar terjaga. Arah jalan yang tidak terlalu banyak belokan, kecepatan mobil yang normal, serta suasana di dalam mobil yang kedap suara menjadi penyebab Meira tertidur lelap. Rafka tak menyadari gadis di sampingnya terlelap karena sedang fokus menyetir dan sesekali melamun.
Hingga beberapa menit kemudian, kepala Meira sedikit miring ke arah kaca bagian kiri. Lelaki di sampingnya mulai menyadari bahwa gadis yang dia bawa, sedang terlelap dalam mimpi. Rafka menepikan dahulu mobilnya. Dia mengatur jok Meira agar gadis itu bisa bersandar ke belakang. Gadis itu tak terusik sedikit pun. Dia masih nyenyak hingga Rafka melajukan kembali kendaraannya.
"Nyenyak banget tidurnya, jadi pengen merem juga," ujar Rafka setelah puas memerhatikan gadis yang sedang terlelap di sampingnya.
Sebelum benar-benar sampai di daerah kos-kosan, Rafka memarkirkan mobilnya di depan sebuah minimarket. Lantas, lelaki itu keluar dari mobil meninggalkan Meira yang masih terlelap. Rafka membeli beberapa makanan ringan serta minuman untuk Meira. Agar saat gadis itu lapar tengah malam, tak perlu lagi keluar mencari camilan.
Sesampainya di depan gang kos-kosan, kendaraannya ditepikan. Lelaki itu menatap gadis yang masih memejamkan matanya, lalu dia membangunkan Meira dengan pelan. "Din, bangun, udah nyampe. Atau lo mau gue bawa lagi ke rumah?" Rafka menepuk bahu Meira dengan pelan.
Gadis itu tersadar. Dia mulai membuka matanya pelan. Jiwanya masih belum terkumpul semua. "Oh, udah nyampe, ya? Sorry, gue ketiduran," ucap Meira seraya menegakkan tubuhnya yang bersandar.
Rafka tersenyum hangat. "Nggak apa-apa. Bagus tidurnya nyenyak. Nih, gue beliin cemilan tadi." Lelaki itu memberikan satu kresek makanan dan minuman kepada Meira.
Meira terlihat bingung. "Lah? Kapan turunnya?" Sebenarnya, dia merasa tidak enak dibelikan camilan seperti ini. Namun, tak apa, lumayan juga. "Ini nggak apa-apa?" tanyanya memastikan.
"Ya, nggak apa-apa, lah. Tadi gue turun dulu beli itu, pas lo tidur."
"Kok, gue nggak nyadar, ya. Saking tibra-nya kali."
"Tibra apaan?" tanya Rafka bingung.
Meira terlihat ikut berpikir. "Oh, itu. Nyenyak," jawabnya. "Btw, makasih, ya. Ini beneran buat gue?"
"Iya, Dinda ... sama-sama," jawab Rafka dengan intonasi yang sedikit dipanjangkan. "Yuk, gue anter sampe ke kosan," ajaknya.
Meira mengangguk. Dia mengikuti Rafka yang bergegas keluar dari mobil. Tak lupa kantong kresek makanan dan gawainya.
Rafka mengantarkan Meira hingga ke depan pintu kamar. Kata Rafka, khawatir ada perempuan yang tidak bisa ditanya di tangga. Meira yang tadinya biasa saja pun menjadi bergidik ngeri.
"Eh, lo jangan nakutin gitu. Entar kalo gue malem-malem laper jadi nggak mau keluar!" tegur Meira.
"Lo chat gue aja. Ntar gue anterin sampe depan pintu kamar," jawabnya dengan santai. "Atau kalo gue lagi nggak bisa, lo beli lewat ojek online aja, suruh abangnya nganterin sampe depan pintu kamar nomor dua." Tampang Rafka terlihat sedikit senyum-senyum karena berhasil menakuti-nakuti Meira.
KAMU SEDANG MEMBACA
FASE RASA [TELAH TERBIT]
RomanceMerantau di kota orang memang tak mudah. Meira harus berjuang untuk mimpi dan misinya. Mimpinya kuliah di Jakarta sudah terwujud, tinggal menjalani apa yang telah diraih. Misinya mencari seseorang adalah hal yang paling susah. Mengitari Jakarta send...