[21] FASE MENCARI KEBENARAN

118 25 13
                                    

Tuhan, tolong jaga dia. Dia orang baik. Dia pantas mendapat yang terbaik.

***

"Si Rafka juga lagi nyelidikin kasus lo yang hampir ditabrak waktu itu," ujar Satria tiba-tiba seraya menyantap makanannya.

Beberapa detik kemudian, dia menyadari bahwa dirinya telah keceplosan lagi. Duh, bego banget, nih, mulut. Masih aja keceplosan, batinnya.

Meira langsung menoleh ke arah Satria dengan mata yang terbelalak. "Hah? Yang waktu di Indomaret?" tanya Meira dengan terkejut.

Dia tak mengira jika Rafka akan berbuat seperti itu. Lelaki itu terlihat biasa saja di depan, tetapi bertindak cepat di belakang. Dia seakan menjadi penolong sekaligus menjadi tameng untuk gadis yang baru beberapa bulan dikenalnya.

"Aduh. Lo malah denger, lagi," ujar Satria yang sudah terlanjur keceplosan. Sepertinya, lelaki tersebut tak bisa menyimpan rahasia dengan baik.

"Ya, gue punya kuping. Makanya denger," jawab Meira. "Tadi, gimana maksudnya? Tolong ceritain lagi semuanya, Sat," titahnya.

Sebelum melanjutkan pembahasan, Satria sedikit celingukan. Dia memerhatikan situasi dan kondisi terlebih dahulu. Setelah dirasa aman, baru mulutnya mulai berbicara kembali.

Satria sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah meja. Dia pun menyuruh Meira agar sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah meja karena posisi duduk mereka saling berhadapan. "Denger-denger, nih, ya," ujarnya berbisik.

Entah mengapa, lelaki itu harus berbisik saat membicarakan hal ini. Namun, Meira paham. Mungkin, takut ada orang yang dimaksud atau takut didengar orang lain. Jadi, Satria bersikap seperti itu.

"Si Rafka curiga sama Sania, mantannya," ujar Satria yang masih berbisik.

"Hah? Sania? Mantan Rafka?" tanya Meira sedikit berteriak. Gadis itu sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan oleh lelaki di hadapannya.

"Heh, dibilang jangan berisik!" tegur Satria sedikit kesal.

"Oh, iya. Sorry-sorry. Refleks," jawab Meira sedikit memaksakan senyum. "Sania temen kelas gue bukan, sih?" tanya Meira memastikan.

Satria mengangguk. Lantas, lelaki tersebut menceritakan penyelidikan perihal kasus Meira itu.

***

Tiga hari yang lalu. Di sebuah rooftop rumah yang cukup megah, terdapat tiga orang lelaki yang sedang bersantai. Ketiganya terlihat sedang bermain game online di gawai.

Salah satu di antara ketiganya ada yang kalah. Dia tak banyak bicara selain kesal sekejap. Lelaki tersebut meminum kopi hangatnya yang ada di meja. Rasanya tenang, menikmati suasana malam disertai hangatnya secangkir kopi.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Lelaki yang telah kalah bermain itu, membuka aplikasi WhatsApp-nya. Dia melihat status online Meira. Terakhir dilihatnya pukul sembilan malam. Pikir Rafka, gadis itu telah lelap dalam tidurnya.

Rafka tengah meneguk kopi susunya seraya memikirkan Meira. Gadis yang kemarin baru pulang dirawat. Sang lelaki telah menjenguknya tadi pagi, tetapi rasa rindu selalu menghampiri. Dia tiba-tiba bertanya pada sahabatnya yang menjadi saksi sekaligus menolong Meira.

Sepertinya, ada yang janggal dengan kecelakaan gadis itu. Sebelumnya, Meira sempat diserempet kendaraan orang saat pulang. Kemarin, gadis itu hampir tertabrak lagi kendaraan. Dalam pikiran Rafka, ini bukan sebuah kebetulan, tetapi ada yang merencanakan.

Jika melihat kilas balik perihal masalah yang dialami Meira. Gadis tersebut terlalu banyak yang membenci. Terutama karena diincar oleh Rafka dan kakaknya. Jadi, banyak gadis lain yang iri.

FASE RASA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang