Apartemen mewah dihadapanku terbuka. Dio menurunkanku dari gendongannya dan mendorongku masuk, membawaku ke sebuah kamar yang luasnya sepuluh kali luas kamarku di panti.
Sebuah ranjang king size tertutup bed cover berwarna putih."Malam ini kita istirahat disini. Besok pagi kita berangkat ke Bali untuk honeymoon. Sebenarnya aku ingin mengajakmu ke Paris, tapi waktunya sangat tidak memungkinkan untuk mengurus paspor dan visa untukmu," kata Dio sambil duduk di pinggiran tempat tidur.
Aku mengangguk. Menoleh ke kanan kiri mencari travel bag-ku, yang akhirnya kutemukan di sudut kamar.
Aku mengambil pembersih muka dan pakaian tidur, lalu berjalan dengan susah payah menuju ke kamar mandi masih menggunakan gaun pengantinku.Dio secepat kilat menyusulku ke kamar mandi, memelukku yang menghadap ke kaca dari belakang.
Aku menatap pantulan kami dari kaca dihadapanku, lalu menunduk saat Dio melepas hiasan di rambutku, dan menurunkan retsleting gaunku. Aku tercekat. Tubuhku gemetar. Nafasku seakan tersangkut di leherku.
Perlahan Dio memutar tubuhku menghadapnya. Ia mengangkat daguku, menatapnya lekat dan mencium bibirku perlahan sebelum turun menyusuri rahang, leher dan bahuku.
Aku mencengkeram pinggiran wastafel di belakangku, memejamkan mataku dengan rasa takut yang menguasai hatiku."Mandilah," kata Dio lembut, lalu meninggalkanku sendiri di kamar mandi.
Aku menghembuskan nafas lega, lalu mengunci pintu kamar mandi dan berlama-lama disana.Aku keluar dari kamar mandi dengan menggunakan piyama lengan panjangku.
Dio melihatku sambil tersenyum. Lalu ia berjalan mendekat, membuatku merinding hanya dengan tatapannya. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari pipi kananku.
"Hmm... Wangi," bisik Dio tepat di dekat telingaku, sebelum ia terkekeh dan masuk ke kamar mandi.
Aku memegang dadaku, menekan debaran jantungku antara tegang dan takut. Perlahan aku berjalan keluar kamar, menuju ke sofa diruang tamu. Aku mengambil remote control yang tergeletak di meja dan menghidupkan televisi.
Tiba-tiba saja aku merasa lapar. Aku menuju ke pantry untuk mencari sesuatu yang bisa kugunakan untuk mengganjal perutku. Dan aku menemukannya.
Beberapa saat kemudian aku sudah sibuk membuat spaghetti bolognese.Aku sedang menuang saus ke atas spaghetti ketika sepasang tangan melingkari pinggang dan perutku.
Aku menahan nafas, mencoba untuk mengabaikan rasa kaget dan tegang yang menguasai tubuhku."Hmm... Spaghetti bolognese... Aku suka melihatmu memasak. Kamu terlihat....mmm...sexy..." Dio membaui udara didekat wajahku.
"Apa...apa kamu lapar? Kamu mau spaghetti?" tanyaku mencoba rileks dengan membuka obrolan.
"Tentu saja, asal kamu yang menyuapiku," katanya dengan suara yang dalam tanpa melepas pelukannya.
Aku melepaskan diri dari pelukan Dio dan berjalan ke meja makan sambil membawa piring berisi spaghetti dan meletakkannya disana.
Dio mengekor ku, menarik kursi dan duduk disana. Dan sebelum aku menarik kursi disebelahnya, ia menarik pinggangku hingga aku terduduk di pangkuannya."Disini saja," katanya ketika aku hendak berdiri dan melepaskan diri darinya.
Aku menatapnya kesal. Ia hanya terkekeh melihat wajah kesalku.
"Aku kan sudah bilang, aku mau kamu suapi aku," katanya melirik spaghetti yang masih mengepulkan uap.
Aku hanya menghela nafas dan membuangnya kasar. Lalu aku mulai menyuapkan spaghetti itu kemulut laki-laki yang sekarang berstatus suamiku.
Kesal itu pelan-pelan sirna melihatnya menikmati masakanku sesuap demi sesuap, sementara aku melupakan rasa laparku.
Spaghetti itu masih sepertiga porsi ketika ia mengambil alih garpu yang kugunakan untuk melilit spaghetti dan menyuapkannya ke mulutku.
Aku nenahan nafas melihatnya tersenyum dan memasukkan spaghetti ke mulutku hingga tak bersisa, dan terakhir tangannya meraih tengkukku, mendekatkan bibirnya ke bibirku, menjilat sekeliling bibirku yang belepotan saus bolognese sambil memejamkan matanya, seolah menikmati ice cream dari cone nya.Aku tersentak dan berusaha berdiri, melepaskan diri dari pangkuan dan pelukannya. Berhasil!
Segera kubereskan piring bekas spaghetti tadi, dan membawanya ke tempat cuci piring dan mencucinya berlama-lama disana.
Aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba jantungku berdebar keras menerima semua perlakuannya."Vien," panggilnya tepat ditelinga, membuatku terlonjak kaget karena tidak mengira ia sudah berada didekatku lagi.
"A...ap...apa...?" jawabku tergagap.
Dio tertawa geli melihat keterkejutanku. Diambilnya lap handuk yang menggantung di dekat tempat cuci piring, dan mengelap tangan basahku. Setelah itu, ia menarikku menuju ke kamarnya.
Aku yakin, wajahku sudah pucat pasi menebak apa yang akan dilakukannya padaku setelah ini.
"A...aku bisa tidur di sofa, kok," kataku terbata.Dio menoleh dan menatap tajam padaku. Dikatupkannya bibirnya hingga membentuk garis lurus. Rahangnya terlihat kaku. Ia menahan kemarahannya.
Ia menutup pintu dibelakangku dengan keras. Bukan! Ia membanting pintu itu. Bunyinya memekakkan telingaku."Kamu pikir aku menikahimu untuk apa? Main-main?" desisnya tajam tepat dimukaku.
Aku terdiam ketakutan saat ia dengan kasar mendorongku hingga terjatuh di atas tempat tidur besarnya
BERSAMBUNG...
Part ini pendek... Maklum karena kerjaan lagi numpuk. Tapi tenang aja, aku usahain buat terus update kok.... So, keep vote and comment ya...
Happy reading...
KAMU SEDANG MEMBACA
A WEDDING STORY
RomansKamu pernah ada untukku, tapi kamupun pernah pergi dariku. Masa lalu itu tak mampu aku tepiskan. Ia telah berakar kuat di sana direlung hatiku yang paling dalam.