Abraham Dionito Sasmita POV
Kupacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Sialan, rutukku kesal. Ada apa lagi dengan si brengsek itu? Kenapa ia selalu mengganggu waktuku dan Vivien?
Kenapa ia harus pulang? Masih belum cukup dengan semua yang aku berikan? Sekarang apa lagi?Kubelokkan mobil masuk ke bandara. Di lobby kulihat dia berdiri sambil memegang travel bag nya.
Dia masuk ke mobil setelah aku berhenti tepat di depannya."Lain kali lo pake taksi aja!" semburku melihat cengiran khasnya yang selalu membuatku mual.
"Masih saja emosian, Pak Dio?" liriknya mencibirku.
"Ngapain lo pulang? Bukannya keinginan lo sudah gue penuhi?" sungutku makin muak melihat kekehannya yang tidak pernah kusuka.
"Gue salut banget sama lo! Dengan gampangnya lo ngasih dua perusahaan ke gue. Hahaha... Tapi gue masih cukup waras untuk gak minta semuanya, Brother!" dia makin terkekeh sekarang.
"Kenapa lo balik?" sentakku kesal. Hanya karena menjemputnya, aku harus merelakan waktuku dengan Vivien. Menyebalkan!
"Gue kangen adik cantik gue! Boleh kan?" kerlingnya menjijikkan.
"Gak boleh!" ketusku menyambar matanya.
"Come on Bram, gue hanya kangen. Ingin melihat bagaimana keadaannya sekarang," ia tersenyum meledekku.
"Vienetta baik-baik saja! Kalau hanya ingin tau keadaannya, lo bisa telfon kan?" kekesalanku makin memuncak, dan ia makin senang.
"Bram, gue mau lihat keadaannya, bukan mau dengar keadaannya," ia terkekeh lagi. Aku meliriknya sebal. Bagaimana lagi caraku menjauhkan dia dari Vivien?
"Kenapa lo gak menghilang aja di kutub selatan sana? Hidup lo cuma gangguin hidup gue sama Vivien aja," gerutuku dengan kekesalan yang kentara.
"Hahaha.... Lo emang suaminya, Bram. Tapi dia adik gue, adik Jo anak mama Rianti juga. Jadi lo jangan egois dong!" tawanya meledak.
"Andi! Lo bisa diem gak?" bentakku geram. Tawanya membuat telingaku sakit.
Ku akui, aku memang egois jika itu menyangkut Vivien. Bahkan Jo pun sampai kesal melihat caraku menghindarkan Vivien dari nya. Tapi aku benar-benar takut kehilangan istriku lagi. Cukup sekali ia meninggalkanku dan kutemukan dia sendirian di Yogyakarta dengan tanpa sadar mengandung anakku!-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
"Apa??! Lo mau nginap di rumah gue?" seruku kaget.
Andi mengangguk mantap. Aku melotot padanya.
"Gak bisa! Lo tidur di hotel aja! Lo pilih hotel mana, gue yang bayar! Tapi jangan di rumah gue!" bentakku. Mungkin terdengar kasar dan tidak sopan, tapi aku tidak mau melihatnya di rumahku, dekat-dekat dengan istriku.
"Kita tanya pendapat Vivien lo aja ya?" ejeknya mencibir.
Ingin rasanya kutonjok mukanya yang sok manis itu!"Biarlah Bram. Cuma tiga hari aja kok," bujuk Vivien memeluk lenganku manja.
Nah, kalau sudah seperti ini, apa yang bisa kulakukan?"Tapi Sweety, dia..."
"Honey, please," Vivien menatapku dengan pandangan memohon.
"Vien," aku masih keberatan. Bukan! Aku selalu sangat keberatan! Mana bisa kubiarkan Andi menginap di rumahku, dan mereka hanya berdua saat aku berangkat ke kantor? Yaaa...meskipun ada Rini dan Sari, tapi mereka kan di belakang. Apa sebaiknya aku bolos kerja selama Andi di rumahku? Haisss....pecundang satu itu selalu membuatku naik darah!
"Bram?" desak Vien menatapku lagi. Tatapannya membuatku luluh.
"Hmm... Oke! Dan selama itu aku juga tidak masuk kerja!" ucapku terpaksa menerimanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
A WEDDING STORY
RomanceKamu pernah ada untukku, tapi kamupun pernah pergi dariku. Masa lalu itu tak mampu aku tepiskan. Ia telah berakar kuat di sana direlung hatiku yang paling dalam.