"Arin?" serunya setengah memekik. Raut wajahnya mengeras. Beberapa saat Bram terpaku diam sebelum memandangku lama.
Arin!
Kenapa nama itu selalu membuat Bram seperti dicekam kekhawatiran dan ketakutan?
Ada apa sebenarnya?"Bram," kusentuh punggung tangannya pelan.
Ia menoleh kearahku. Matanya memandangku cemas. Tapi tak lama. Ia tersenyum menenangkanku."Vien, aku lihat ada martabak manis di meja? Boleh ambilkan sedikit?" tanya nya tersenyum. Aku mengangguk.
"Dipanasin dulu ya, Vien. Aku gak suka kalau dingin," serunya sebelum aku keluar kamar.
Aku mengambil beberapa potong martabak manis dan meletakkannya di piring, lalu aku masukkan ke dalam microwave. Sambil menunggu, aku membuat dua cangkir coklat panas.
Setelah tiga menit, terdengar suara beeb dari microwave. Segera kukeluarkan piring berisi martabak manis itu dan kuletakkan di nampan bersama coklat panas. Aku membawa nampan itu ke kamar.
Sesampai di depan kamar, aku membuka pintu dengan sedikit kesulitan karena membawa nampan, sehingga hanya berhasil membuka pintu sedikit, dan hanya terbuka secelah saja.
Aku terhenti mendengar percakapan Bram. Rupanya dia sedang berbicara di telfon."Aku tidak mau tau, kalian urus semuanya! Kalian harus pastikan semua terkendali! Dengar, aku tidak ingin ada kecerobohan disini!" dari nada bicaranya, Bram terdengar emosi.
Aku mendorong pintu dengan bahuku dan menutupnya lagi dengan cara yang sama setelah aku masuk.
Bram refleks menoleh ke arahku dan kemudian berbicara di telfon kembali
"Ya sudah, aku menginginkan laporan tiap ada perkembangan," Bram kemudian mengakhiri pembicaraannya dan menghampiriku.
"Hmm... Baunya enak!" ia mengambil alih nampan yang kubawa lalu meletakkannya di meja kecil di dekat tempat tidur.
Bram mengambil martabak manis itu sepotong dan memakannya. Aku memandangnya sambil tersenyum. Ingatanku kembali ke masa kecil kami. Bagaimana Bram merelakan potongan martabak manis miliknya untukku.
"Sini Sayang," Bram mengulurkan tangannya meraihku dan mendudukkanku ke pangkuannya.
Otomatis aku melingkarkan sebelah lenganku ke bahunya."Kamu nelfon siapa sih?" tanyaku penasaran dengan sikap emosinya.
"Oh itu, lagi ada sedikit masalah. Tapi kamu gak perlu khawatir. Semua sudah teratasi," jawab Bram tersenyum lalu menggigit potongan martabak manis itu dan menyuapkan ke mulutku dengan mulutnya.
Aku terkejut. Banyak hal-hal yang baru kuketahui dari Bram. Kali ini yang kutau, ia romantis!Aku menelan potongan martabak itu dengan susah payah. Jantungku berdebar keras. Bram menatapku dengan mesra.
Ia meletakkan garpu yang dipegangnya, lalu memeluk pinggangku dengan sebelah tangannya, dan tangannya yang satu lagi meraih tengkukku, menekannya agar wajahku mendekat lalu dilumatnya bibirku dengan sedikit liar.
Aku memejamkan mataku, menikmati semua perlakuannya padaku. Aku mencintainya sepenuh hatiku. Kubalas lumatannya atas bibirku dengan segenap hatiku.Bram mendesah pelan. Nafasnya beraroma coklat membuat nafasku makin memburu. Kutekan dadaku ke dada bidangnya yang keras. Kedua tanganku melingkar di tengkuknya, memburai rambut tebalnya, dan mengusap punggungnya.
Suara decak kecupan kami membuatku makin lupa diri. Aku tak peduli dengan Bram yang belum mandi. Aku menyukai semua yang ada padanya.
Dan nampaknya Bram juga tak peduli. Ia melumat bibirku semakin liar. Tangan yang semula menekan tengkukku, kini menyusuri garis rahangku, leherku, lalu turun membuka kancing baju atasku perlahan, satu persatu, menyentuhnya dengan gemas.
Satu desahan lolos dari bibirku. Bram menatapku sejenak dengan matanya yang menggelap, lalu mengangkat tubuhku dan membawaku dan membaringkanku ke kasur besar itu, dan mengurungku dengan tubuh besarnya.
Dengan tak sabar, aku melepas kancing bajunya. Merasai otot kerasnya. Menyusuri lekuk dada dan perut sixpack nya, sementara bibirku masih setia dilumatnya.
Dengan sedikit sentakan ia menekan bahuku, menciumi setiap jengkal tubuhku. Keringat mulai membasahi tubuh kami berdua. Gairah membutakan mata dan hati kami berdua.
Bram berkali-kali mendesahkan namaku, membuatku melayang ke langit tujuh. Bibirnya dengan liar dan buas menyesap seluruh rasa yang ada.
Aku bergerak mengikuti irama tubuhnya. Mengecup bahunya, menyurukkan wajahku ke lekuk lehernya saat ia mengecup dan menghisap leher dan dadaku.
![](https://img.wattpad.com/cover/34893099-288-k309884.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A WEDDING STORY
RomanceKamu pernah ada untukku, tapi kamupun pernah pergi dariku. Masa lalu itu tak mampu aku tepiskan. Ia telah berakar kuat di sana direlung hatiku yang paling dalam.