Hari masih pagi ketika aku terbangun di kamar hotel yang teramat mewah ini. Perlahan aku membuka pintu kaca penghubung dengan balkon, nenggesernya pelan dan berjingkat ke balkon.
Kutarik nafas dalam dalam. Langit masih gelap. Tadi sempat aku lihat Dio meringkuk di sofa yang cukup lebar, tapi tetap kekecilan untuk ukuran laki-laki itu.
Aku melemparkan pandangan ke arah lautan yang terbentang di depanku. Merenungi apa yang sudah terjadi padaku. Semua jalan hidupku tak pernah mudah. Sejak Bram meninggalkanku dan Jo di panti lima belas tahun silam, aku berusaha bangkit. Jo memberikan suntikan semangat padaku untuk giat belajar. Tak segan-segan ia membentakku saat rasa malas menggodaku.
Dengan ketelatenannya, Jo membuatku tidak terlalu memikirkan kepergian Bram tapi mengalihkan semuanya fokus pada masa depanku.Bahkan hingga saat ini, Jo masih bersikeras untuk terus mengejar apa yang ingin ia capai, yaitu memastikanku bahagia.
Aku tak pernah tau isi hati Jo yang sebenarnya. Ia tak pernah membiarkan orang lain tau apa yang sebenarnya ia rasakan. Yang aku tau ia begitu tegar, kuat dan selalu menjadi pelindung untukku.
Jo dan Bram, dua laki-laki yang mengukir sejarah masa laluku.Dan saat ini, takdir menuntunku pada sebuah kenyataan yang sama sekali tidak kuduga. Menikah dengan laki-laki yang sebelumnya tak kukenal sama sekali, hanya karena kesalahan yang dibuat oleh Andi, kakak ku di panti yang sejak kecil tak pernah bosan membuatku kesal dan marah. Dan saat ini klimaksnya. Ia membuatku terpaksa menerima pernikahan yang rasanya tak bisa kuterima dengan akal sehatku.
Tentu saja, bagaimana mungkin dua orang menikah tanpa cinta?
Mungkin garis takdirku yang mengharuskan ini terjadi, meskipun aku sama sekali tidak mempersalahkan takdir yang sudah terjadi padaku.Tak terasa, air mataku mengalir tanpa permisi. Beban ini terlalu berat buatku. Bagaimana mungkin semua ini bisa kuterima begitu saja? Aku selalu berharap akan menikah dengan orang yang mencintaku dan kucintai. Bukan menikah dengan paksa seperti ini. Dan aku masih berharap semua ini hanya mimpi, dimana saat terbangun nanti, semua akan baik-baik saja.
Tapi semua itu hanya keinginan yang takkan jadi kenyataan, karena disinilah aku sekarang, bersama seorang CEO dari beberapa perusahaan besar dengan kekuasaan dan kekayaan yang luar biasa menyilaukan.
Tangan kokoh Dio melingkari perutku. Aku tersentak sesaat. Tubuhku menegang saat nafas Dio menyapu tengkukku.
Aku segera mengusap pipiku yang basah, saat Dio mulai mengecup tengkuk dan bahuku. Aku tidak ingin ia tau aku menangis. Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapannya.
Dio membalikkan tubuhku menghadapnya. Kulihat ia tertegun sejenak."Kamu kenapa? Nangis? Ada apa?" ia memberondongku dengan pertanyaan penuh kekhawatiran.
"Aku tidak apa-apa," kataku menunduk menghindari tatapan elangnya. Aku tau, ia terlalu jeli untuk percaya bahwa aku tidak apa-apa.
"Tidak apa-apa apanya?" ia mendengus kesal dengan kebohonganku.
"Memang kenapa kalau aku menangis? Tidak boleh?" cetusku menantangnya.
"Karena terpaksa menikah denganku?" tanya nya tepat sasaran.
"Kamu sudah tau itu. Kenapa masih tanya?" kataku ketus.
"Aku tidak memaksamu. Aku bahkan memberikanmu pilihan," ujarnya membela diri.
"Pilihan yang sulit, yang mengharuskanku mengambil pilihan ini," sungutku. Aku tidak tau dari mana datangnya keberanianku untuk menentangnya.
"Kupikir kamu sudah menjatuhkan pilihan yang benar. Menikah denganku dan kubiarkan kakak bodohmu itu tetap bebas dan panti asuhan tempat kalian tinggal tetap berdiri," katanya tersenyum mengejek.
"Kenapa kamu memberikan pilihan ini? Dan kenapa harus aku?" sentakku sebal dengan gayanya.
"Hahaha.... Apa sih yang kakak tololmu itu punya selain adik yang cantik yang bisa kuambil sebagai istriku? Panti asuhan itu? Untuk apa? Harganya tidak bisa menutup kerugian fatal yang diakibatkan oleh si bodoh itu!" tawanya terasa menyakiti telingaku, juga cengkeramannya di lenganku.

KAMU SEDANG MEMBACA
A WEDDING STORY
RomansaKamu pernah ada untukku, tapi kamupun pernah pergi dariku. Masa lalu itu tak mampu aku tepiskan. Ia telah berakar kuat di sana direlung hatiku yang paling dalam.