#11

28.4K 1.9K 10
                                    

Aku bersedekap di ujung sofa, menatap Bram tajam.

"Ayolah Bram. Kenapa kamu gak mau jujur aja. Ada apa dengan Andi?" desakku kesal dengan sikap diamnya.

"Apakah Andi sepenting itu buatmu? Apakah buatmu, Andi lebih penting daripada aku?" Bram akhirnya bersuara setelah sekian lama ia diam.

"Apa maksudmu, Bram? Pertanyaanmu sama sekali tidak relevan! Tidak ada hubungannya antara aku menanyakan keberadaan Andi dengan siapa yang lebih penting!" sahutku kesal.

"Aku hanya takut dia mengambilmu dariku, Vien. Dia pernah bilang akan membawamu pergi dariku," kata Bram terdengar nyaris berbisik. Ia menatapku dengan murung.

"Kamu gak akan kehilangan aku, Bram. Percaya padaku. Aku hanya kasihan pada Andi dan ingin tau keberadaannya. Please, percaya padaku," aku mendekat dan duduk disebelahnya.

"Benar? Kamu gak akan meninggalkan aku? Aku mencintaimu, Vivien. Aku takut kamu pergi dariku. Please, apapun yang terjadi, tetaplah disampingku," Bram menunduk. Tangannya menggenggam kuat jemariku. Seolah takut jika ia melepasnya, maka aku akan menghilang.

"Bram, katakan padaku, ada apa dengan Andi? Aku tau, dia tidak pulang setelah datang ke kantor tempo hari," kataku membalas genggamannya.

"Aku menawarinya perusahaan di Dubai, asalkan ia meninggalkanmu dan pergi jauh-jauh darimu. Dan dengan gampangnya ia menerima semua persyaratanku. Hari itu juga, orangku membawanya mengurus semua dokumen yang diperlukan untuk pengalihan kepemilikan perusahaan. Aku kesal dan marah padanya. Kalau dia benar-benar mencintaimu, dia tidak akan menukarmu dengan perusahaan!" Bram yang semula menunduk, sekarang menatapku tajam.

"Lalu, kalau kamu diposisinya, Bram, apa yang akan kamu lakukan?" tanyaku pelan, mengusap pipinya yang mulai kasar karena belum sempat bercukur.

"Aku akan tetap memilihmu, Vien. Aku tidak takut kehilangan perusahaan, asal aku tidak kehilangan kamu," Bram mencium jemariku berkali-kali.

Aku lega. Bram tidak menyakiti Andi. Ia hanya menjauhkan Andi dari kehidupan kami. Dan aku bahagia, karena Bram bukan Andi yang lebih memilih aku daripada perusahaan.
Tanpa sadar aku menangis. Bukan sedih, tapi lebih karena terharu.

"Kenapa menangis?" tanya Bram memandangku.

"Aku bahagia, karena aku tidak.salah mencintai kamu, Bram."
Bram tersenyum, lalu dengan lembut menghapus airmataku dengan bibirnya, menyesap setiap bulirannya.
Dengan berani aku memegang wajahnya dengan kedua tanganku dan mulai mengecup bibirnya.
Bram pun segera melingkarkan lengannya dan menarikku semakin rapat ke tubuhnya. Aku tau, aku sudah menyalakan hasratnya, karena Bram kini tidak hanya memeluk dan menciumku, tapi seluruh tubuhnya bereaksi mencumbuku.

Bram menjadikan malam itu sebagai malam yang tak terlupakan bagi kami berdua.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Pekerjaanku sudah selesai. Surat-surat yang memenuhi mejaku sudah ku seleksi. Aku sudah menyerahkan semua file yang kusimpan dalam flashdisk ke bagian pencetakan.

Setelah kubereskan mejaku, aku meraih tasku dan berjalan keluar gedung. Aku berencana untuk membeli martabak manis yang ada di seberang kantor tempatku bekerja.

Aku berjalan menyeberang dan memesan martabak manis. Sambil menunggu, aku mengambil buku novel pemberian Jo beberapa hari lalu.

"Kamu nampaknya menikmati sekali menjadi istri Dio!" tanya seseorang yang secara tiba-tiba tanpa kusadari sudah berada di sampingku. Aku refleks menoleh.
Arin!!
Mau apa dia disini?

"Apa yang sudah kamu lakukan pada Dio ku sehingga dia mencampakkanku?" tanya Arin mendesis. Wajahnya menyeringai seolah mengintimidasiku.

"Aku tidak melakukan apa-apa," jawabku berusaha tenang.

"Bohong! Kamu hanya mengincar hartanya kan?" tanyanya menuduhku.

"Tidak! Aku tidak menginginkan hartanya!" sahutku memberanikan diri menentang tatapannya.

"Dengar ya Vienetta Alodya, Dio itu milikku. Jauhi Dio! Atau kamu akan rasakan akibatnya!" Arin berdiri sambil menatapku penuh kebencian dan melenggang pergi dengan dagu terangkat.

Apa benar aku merebut Bram darinya? Apakah Bram dan Arin ada hubungan lain daripada sekedar sepupu? Tapi Bram pernah bilang bahwa Arin itu sepupu jauhnya dari Mama nya. Padahal Bram kan cuma anak adopsi? Yang berarti antara Bram dan Arin tidak ada hubungan darah sama sekali. Apakah Bram menyembunyikan sesuatu? Ataukah Arin yang berhasil mempengaruhinya dengan kebohongannya?

Penjual martabak manis itu menyadarkan dari lamunanku. Aku memberikan uang padanya, dan mengucapkan terima kasih, lalu menghentikan taksi untuk pulang.
Bram bilang hari ini ia tidak bisa menjemputku karena ada meeting penting yang tidak bisa ditinggalkannya

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Mendung menggantung diatas kota. Perlahan rintiknya berjatuhan satu persatu. Hari hampir petang, aku merasa sendiri di apartemen besar ini.
Aku bersedekap menahan angin basah yang mulai bertiup. Aku tau, aku tidak pernah bisa tahan dengan terpaan angin yang dipenuhi titik air itu. Tapi aku masih ingin berdiri di sini. Di balkon, memandang jauh ke padatnya kota di bawahku, atau menatap langit yang sekarang menjadi abu-abu pudar.

Kenapa aku memikirkan kata-kata Arin? Aku tak pernah bertemu dan kenal dia sebelumnya, tapi kenapa ia bisa sebegitu membenciku? Apa karena Bram? Sebesar apa cintanya pada Bram?
Tiba-tiba perasaanku tidak enak. Bagaimana jika Arin serius dengan ancamannya? Apa yang akan dilakukannya?

"Vivien? Kamu dimana?" aku mendengar suara Bram mencariku. Ah, sudah pulang dia rupanya.

"Ya Bram, aku di sini," seruku semakin merapatkan tangan yang kusedekapkan.

"Ya ampun, kenapa kamu di sini? Kamu bisa sakit, Vien! Ada apa sih?" Bram menarikku masuk dan menutup pintu kaca balkon.

"Aku gak kenapa-napa, Bram," sahutku.

"Katakan padaku Vien, ada apa?" desak Bram menatapku dalam.

"Aku bertemu Arin sepulang kerja tadi. Euhmm... Bukan... Arin yang datang padaku," kataku membuang pandang. Aku tak mau menatap mata Bram. Katanya, mataku seperti jendela yang terbuka lebar baginya. Dan ia pasti tau jika ada masalah menggangguku.

"Arin?" serunya setengah memekik. Raut wajahnya mengeras. Beberapa saat Bram terpaku diam sebelum memandangku lama.


BERSAMBUNG...

A WEDDING STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang