#10

29.8K 2K 8
                                    

"Bram," panggilku saat melihatnya menekuri sebuah surat kabar.

Ia mendongak dan tersenyum manis padaku. Mengulurkan tangannya, menarikku duduk dipangkuannya dan menyingkirkan surat kabar yang dipegangnya.

"Kenapa, Sweety?" suara sexy nya menelusup ke telingaku.

"Ada satu hal yang masih mengganjal dihatiku," aku menatapnya ragu.

"Katakan saja," Bram meremas jemariku, memberiku keberanian untuk melanjutkan.

"Arin," aku menyebut satu nama yang mampu membuat senyum di wajahnya menghilang dan berubah menjadi kegeraman.

"Aku sudah mengatakan padanya, kali ini aku gak akan membiarkannya. Aku tidak akan memaafkannya jika ia sampai menyentuhmu, apalagi sampai membuatmu terluka," katanya meremas jemariku keras, membuatku meringis kesakitan.

"Bram, sakit!" ringisku. Bram mengendurkan remasannya.

"Maaf," senyumnya, lalu mengecup jemari tanganku penuh perasaan.

Aku tersenyum. Menjalani sisa hari kami di Singapore dengan penuh tebaran cinta. Seperti honeymoon yang sesungguhnya. Bukan seperti saat kami di Bali dulu.

Ia membawaku ke tempat-tempat romantis. Memberiku kejutan-kejutan menyenangkan. Percintaan yang membuatku hampir lupa bernafas. Ia benar-benar memanjakanku. Dan aku takut semua ini akan terenggut dariku. Setelah sekian lama kami berpisah, dan kini ia kembali untukku. Hanya untukku!

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Rumah besar itu berdiri tegak dihadapanku. Sesaat setelah aku turun dari mobil, beberapa anak berhamburan keluar dari dalam rumah itu, diikuti oleh Mama Rianti dan Jo.
Ah... Aku kangen mereka semua. Kurentangkan kedua tanganku lebar-lebar menyambut mereka. Memeluk mereka satu persatu, dan memeluk Mama Rianti yang menangis terharu, lalu Jo, aku memeluknya erat. Ia mengusap-usap kepalaku dengan rasa sayang yang tidak bisa disembunyikan.

"Ehm...ehm..." suara deheman di belakangku menyadarkanku bahwa aku kemari tidak sendiri.

Aku melepaskan pelukan Jo yang tersenyum geli menatapku, sementara wajahku merona karena malu dan salah tingkah.

"Terimakasih ya Bram, sudah memberikan tempat ini untuk kami. Mama senang kamu tidak melupakan kami," Mama Rianti tersenyum. Jo menepuk pundak Bram akrab. Bram hanya mengangguk tersenyum seadanya.

"Mmm... Ma, Andi kok gak kelihatan ya?" tanyaku spontan, merasa ada yang kurang.

"Ngapain sih nanyain orang itu?" sahut Bram ketus. Wajahnya ditekuk.
Jo yang melihatnya terbahak. Sedangkan Mama Rianti tersenyum maklum.

"Kenapa sih? Salah ya?" tanyaku menatap wajah jengkelnya.

"Buat apa kamu nanyain dia? Kangen juga?"

"Euhmm... Bukan gitu... Ya kan Andi anak Mama Rianti juga," sahutku tidak mengerti.

"Sebut terus aja namanya," seru Bram ketus lalu berderap masuk ke rumah besar itu diikuti Mama Rianti sambil geleng-geleng kepala.

Aku melihat Jo masih terkekeh di dekatku.
"Kenapa sih dia?" tanyaku mengernyit heran.

"Hahaha... Vien... Vien... Sudah nikah juga masih gak ngerti-ngerti. Bram cemburu tau! Makanya kamu jangan nyebut-nyebut nama Andi di sini," jelas Jo masih saja terkekeh.

"Ih... Kaya anak kecil aja!" gerutuku kesal.
Jo meraih bahuku dan membawaku masuk ke panti yang baru pemberian Bram untuk Mama Rianti dan penghuni panti.
"Lihat aja, Vien. Perhatikan apa reaksi suamimu, kalau kita seperti ini," bisik Jo masih memeluk bahuku dan membimbingku masuk ke dalam.

Bram menatap tajam pada Jo yang nyengir di sebelahku. Lengannya masih melingkar di bahuku.
Bram berjalan dengan langkah lebar menuju ke arahku dan Jo yang baru mencapai ruang tamu.

"Jo, bisa lepasin tangan lo dari istri gue gak?" bentaknya menatap tajam pada Jo.

Jo mencibir, nekat tidak menurunkan lengannya dari bahuku.

Bram melotot. Menarikku kasar ke sisinya, membuatku menjerit kecil karena tarikan tangannya menyentak kuat.

"Aaah... Sakit Bram!" aku menyentakkan tanganku dari pegangannya dan menjauhinya.

"Hati-hati Bram, lo bisa melukai Vivien jika terlalu cemburu begitu," ejek Jo melihat sikap Bram padaku.

"Stop panggil dia Vivien. Namanya Vienetta! Lo gak berhak memanggil Vivien!" omelnya pada Jo yang semakin senang menggoda Bram.

"Oke.... Vienetta...," angguk Jo patuh sambil terkekeh.

"Jo, bisa bicara sebentar?" tanyaku melihat Jo yang masih setia dengan cengirannya.

Jo menoleh ke arahku san menaikkan kedua alisnya lalu mengangguk sambil melirik pada Bram.

"Mau kemana?" tanya Bram mencekal pergelangan tanganku.

"Cuma mau bicara sama Jo, Bram. Kenapa? Gak boleh?" sungutku kesal.

"Boleh, tapi gak pakai pegang-pegang!" ucapnya seperti anak kecil yang takut kehilangan mainannya.

Jo nyengir mengerling pada Bram yang menatapnya penuh ancaman dab mengikutiku ke teras belakang, menjauh dari Bram. Sedangkan Bram mengawasiku dan Jo dari kejauhan.

"Jo, kemana Andi?" tanyaku langsung.

"Kenapa kamu nanyain Andi? Bukannya dia yang sudah bikin kacau semuanya ya?" tanya Jo memasukkan tangan ke saku celananya.

"Aku kasihan sama Andi, Jo. Dia sempat datang ke kantor, dan minta maaf. Aku belum sempat bicara banyak karena Bram keburu datang. Kamu tau dia dimana, Jo?" aku memandang Jo yang ragu-ragu.

"Aku gak tau, Vien. Sejak seminggu lalu, ia tidak pernah pulang ke panti. Bahkan mungkin ia tidak tau kalau kami semua pindah kemari," kata Jo menatapku gelisah. Aku tau, ada yang disembunyikan Jo dariku.

"Jo, jujur deh. Kamu gak akan bisa bohong sama aku. Kita sudah sama-sama sejak kecil. Aku lebih kenal kamu dibandingkan Bram. Please Jo, katakan dimana Andi?" aku bersedekap menunggu kejujurannya.

Jo.memandangku lama sebelum ia membuka mulutnya.

"Sejak ia datang ke kantormu, ia tidak pernah pulang, Vien. Aku tau, Bram ada dibalik semua ini. Sebaiknya kamu tanyakan pada suamimu," Jo membuang pandangannya. Aku terkejut. Bram? Andi? Apa yang terjadi?

"Saranku Vien, lupakan Andi!" Jo mencoba memberi nasehat padaku.

Aku hanya menggeleng. Apa benar Bram ada sangkut pautnya dengan menghilangnya Andi? Tapi kenapa?

"Kamu gak apa-apa kan Vien?" tanya Jo menyelidik.
Aku menggeleng. Tiba-tiba saja kepalaku pusing.

BERSAMBUNG...

Sorry kalau banyak typo ....
Thank's buat yang udah mau baca cerita gak jelas ini....✌✌

A WEDDING STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang