Senin, 10.00
Setelah pagi tadi berdebat sedikit karena Bian tidak mengizinkan Nara pergi sendiri, akhirnya Nara mau juga diantar oleh Bian. Mood Nara juga sudah membaik, tidak seperti semalam. Sebelum ke rumah Ayahnya, Nara dan Bian terlebih dahulu menjemput Kaila di sekolah. Lalu, mereka ke minimarket terdekat untuk membeli buah dan beberapa makanan yang akan dibawa. Perjalanan dari sekolah Kaila hanya sekitar dua puluh menit.
Sampailah mereka di Perumahan Permata Agatama. Nara melihat sekitar dan tersenyum. Rindu juga dia dengan rumahnya ini.
"Ayo, Sayang, turun." Kata Nara sambil melepas seat belt-nya. Mengambil beberapa papper bag berisi beberapa makanan yang sudah dia beli tadi. Nara, Bian, dan Kaila keluar dari mobil. Nara membuka gerbang yang agaknya tidak dikunci.
"Assalamualaikum." Kata Bian sambil mengetuk pintu. "Assalamualaikum."
Nara terlihat beberapa kali mengedarkan pandangannya. Rumahnya terlihat sepi. "Kok, sepi, ya, Mas? Jangan-jangan Ayah ngga di rumah."
Bian pun mengetuk pintu untuk ketiga kalinya.
"Waalaikumsalam." Terdengar suara dari dalam rumah. Sepertinya suara Kirana. Kirana pun membuka pintu. "Eh, ada cucu Oma." Kirana menerima salam dari Bian dan Nara. Tak lupa dia langsung menggendong Kaila.
Walaupun Kaila bukan cucu kandungnya, tapi dia sudah berjanji bersama Nugroho akan menyayangi Kaila seperti cucunya sendiri. Pun dengan Ressa, akan menganggap Kaila sebagai keponakan kandungnya sendiri.
"Masuk, masuk."
Bian, Nara, dan Kaila yang berada di gendongan Kirana pun masuk. Mereka duduk di ruang tamu. "Loh, ini bibirnya kenapa?" Tanya Kirana yang melihat bibir Kaila masih sedikit bengkak.
"Jatuh kemaren, Bu. Lagi mandi sama Nara." Jawab Nara yang teringat lagi kejadian kemarin.
"Ya Allah. Tapi udah ngga papa?" Bian tersenyum. "Ngga papa, kok, Bu. Cuma luka sedikit."
Nara melihat-lihat sekitar. Tidak ada Ressa dan Ayahnya. "Ayah ke mana, Bu?"
Kirana yang sedang duduk dan memangku Kaila pun teringat sesuatu. "Ayah lagi jemput adikmu. Kuliah pagi, jadi jam segini udah selesai."
Bian dan Nara hanya mengangguk. Obrolan mereka dimulai. Ngalor-ngidul bukan hanya membahas sekadar kabar. Namun, Kirana juga memberikan beberapa wejangan untuk pengantin baru ini. Sekitar tiga puluh menit setelahnya, Nugroho dan Ressa pulang.
"Eh, ada tamu." Kata Nugroho saat sampai di ruang tamu.
Bian dan Nara serentak berdiri dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Nara memeluk Nugroho. Benar-benar rindu. Sekarang dia dan Ayahnya sudah tak serumah. Sudah tidak bisa semudah itu untuk berkeluh kesah. Memang, jika dibanding dengan Kirana, Nara lebih dekat dengan Nugroho.
"Udah lama, Mba?" Tanya Ressa kemudian.
"Belum, kok. Tumben di jemput Ayah?" Tanya Nara. Biasanya Ressa memang pulang dengan pacarnya, Reno.
Ressa melepas tas gendongnya. "Reno kerja, sibuk." Jawabnya sambil menyeringai.
Setelah itu, Ressa mengajak Kaila bermain di taman samping rumah, sedangkan Bian dan Nara berpamitan menuju kamar Nara karena akan mengambil beberapa barang untuk dibawa ke rumah Bian.
-
Kamar Nara
Bian masuk pertama kalinya ke kamar Nara. Benar-benar dekorasi kamar seorang perempuan. Catnya berwarna ungu muda, banyak hiasan dinding, rak buku yang tertata rapi, meja kerja kecil, dan beberapa pernak-pernik di sudut kamar. Bian mengedarkan pandangannya di kamar Nara, tidak ada yang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...