13. Zafran, Raka dan Es Krim Mangga

451 59 1
                                    

Zafran tengah bersandar pada dinding berwarna putih, memperhatikan orang yang berlalu-lalang dengan tatapan kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Zafran tengah bersandar pada dinding berwarna putih, memperhatikan orang yang berlalu-lalang dengan tatapan kosong. Matanya terlihat sembab tapi pemuda itu tak lagi menangis, hanya saja hatinya masih sangat meratapi kehilangan itu.

Seperti belasan tahun lalu, anak itu kembali dijejali salam perpisahan oleh sebuah kematian. Hanya saja sebelumnya ia tidak mengerti tentang suasana yang sedang terjadi. Dan sekarang ia bisa merasakan bagaimana kematian itu benar-benar meruntuhkan dunianya kembali, karena Zafran sudah benar-benar memahami keadaan saat ini.

Pemuda itu melihat Raka yang duduk di sebelah tubuh tak bernyawa ibunya. Memperhatikan setiap inci wajah pucat itu untuk terakhir kali.

Disebelahnya Yaya masih setia memeluk lengan kakak laki-lakinya, menyandarkan kepalanya di sana. Anak itu baru selesai menangis mungkin karena melihat Raka menangis gadis kecil itu jadi ikut menangis. Oleh karena itu Raka menghentikan tangisannya supaya Yaya tidak ikut menangis.

Raka harus terlihat kuat untuk Yaya.

Zafran berjalan kearah Raka. Mengusap punggung pemuda yang berumur sebaya dengannya itu. Semua mata memperhatikan mereka, sendu. Terutama Raka dan Yaya.

Mereka hanya punya bi Narsih. Dan kini wanita itu sudah pulang ke tempat yang sebenarnya untuk pulang. Tidak pernah terpikir anak sekecil Yaya harus ditinggalkan ibunya. Zafran paham betul bagaimana rasanya ditinggalkan oleh sosok pemilik peluk ternyaman yang pernah ada.

 Zafran paham betul bagaimana rasanya ditinggalkan oleh sosok pemilik peluk ternyaman yang pernah ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Zafran dan Raka turun kedalam pusara, tempat peristirahatan terakhir bi Narsih. Menurunkan tubuh wanita itu perlahan, menghadapkan wajahnya ke arah kiblat.

Sebisa mungkin mereka menahan air mata mereka yang memaksa untuk keluar. Di bukanya sedikit penutup wajah pucat itu. Dan Raka mengumandangkan adzan di telinga bi Narsih, sebagai penghantar terakhir yang bisa anak itu berikan.

Setelahnya beberapa papan kayu di susun dan tanah mulai diturunkan untuk menutupi raga bi Narsih ke tempat ia berpulang.

🥀🥀🥀


Orang-orang sudah mulai berjalan meninggalkan pemakaman dan menyisakan Raka, Zafran, dan Yaya.

Jika kalian bertanya kemana Hardinata, ayahnya Zafran. Pria itu ada, dia hanya datang layaknya tetangga yang melayat tetangganya yang meninggal. Tidak ada inisiatif untuk menenangkan dan mendekap putranya atas kehilangan yang kembali terjadi. Hardinata hanya datang dan pergi sekedar untuk menghormati bi Narsih dan menghantarkan beliau ke tempat peristirahatan terakhir. Setelah itu bersikap layaknya tak terjadi apa apa.

Semestanya Zafran Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang