Selamat membaca!22:45
Ceklek
Seseorang membuka pintu secara perlahan, memunculkan kepalanya di sana, untuk memastikan apa yang penghuni ruangan sedang lakukan.
"Vano?!"
Tidak mendapatkan jawaban dari yang punya nama. Orang tersebut melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
Pandangannya melihat seseorang yang tengah duduk diam di meja belajarnya sembari menunduk.
"Vano?!" Serunya sekali lagi. Namun yang punya nama tidak merespon bahkan mengalihkan pandangannya saja tidak.
"Vano kamu kenapa?"
Vano tengah mencoret-coret buku pelajaran dengan cepat dan tak terkendali. Tulisan dengan kalimat 'Vano gak punya ayah' 'Vano anak haram' 'Vano anak pungut' terlihat memenuhi buku tersebut.
Orang tersebut lantas menarik Jevano kedalam pelukannya. Mendekap tubuh Vano yang nampak berkeringat dengan bibir yang bergetar.
"Vano, ini mamah sayang"
"Vano kenapa?"
"Udah tenang nak, tenang mamah disini"
Iya. Orang tersebut adalah Ibunda Vano, Rania. Wanita itu mengusap punggung Vano, guna menenangkan putranya itu. Sembari mengambil pulpen yang digenggam Vano secara perlahan, agar anak itu tidak mencoret buku belajarnya lagi, atau sampai melukai dirinya.
"Sstttt. Udah tenang nak?"
"Sekarang Vano cerita, Vano kenapa? Hmm?"
"Suara itu, suara itu datang lagi mah. Dia bilang kalau Vano gak punya ayah, Vano itu anak haram, anak pungut... Hiks"
Mendengar hal tersebut, hati Rania serasa seperti di sayat. Dadanya terasa sesak melihat kondisi anaknya seperti itu. Nafasnya memburu, sebisa mungkin ia menahan tangisnya agar tidak pecah.
"Nggak sayang, jangan dengerin suara itu. Vano itu anak mamah. Mamah yang sudah melahirkan Vano"
"Vano anak mamah, selamanya akan jadi anak mamah"
Bukan pertama kalinya Vano mengalami hal seperti ini. Suara-suara itu terus saja menghantui seorang Jevano Pasha tanpa aba-aba.
Rania hanya hidup berdua dengan Vano. Sedari kecil Vano memang tidak tau siapa dan di mana ayahnya. Rania tidak berniat untuk memberi tau Vano siapa ayah kandungnya.
Bukan Vano tidak pernah menanyakannya, tetapi yang Vano dapat hanya kalimat "Jangan pernah tanya tentang ayah kamu. Kamu masih punya mamah. Mamah bisa jadi ibu sekaligus ayah buat kamu. Paham?!"
Jevano rasa jawaban itu sudah cukup jelas menggambarkan bagaimana perasaan ibunya. Jevano tidak ingin membuat luka di hati ibunya menjadi semakin koyak. Ia ingin jadi obat saja yang bisa menyembuhkan segala luka yang ibunya terima.
Caci dan maki sudah Rania anggap sebagai santapan sehari-hari. Semua orang hanya memandang mereka sebelah mata.
Begitu juga dengan Jevano yang turut mendapatkan imbasnya.
Jevano berhenti sekolah saat duduk di kelas 2 SMP. Karena Vano selalu mendapatkan hal-hal yang tidak mengenakkan oleh teman-temannya hingga guru.
Perkataan seperti, 'Vano anak haram' 'Vano anak pungut' 'Vano gak punya ayah' dilontarkan tepat di sebelah telinga Jevano.
Oleh karena itu Rania memutuskan untuk tidak menyekolahkan Jevano di sekolah umum. Biar Rania saja yang mengajarkan anak itu.
"Vano dengerin mama" menangkup wajah tampan putranya.
![](https://img.wattpad.com/cover/262623295-288-k118287.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Semestanya Zafran
Ficción General"Kita adalah sepasang rasa yang penuh luka" Kumohon pada semesta untuk berada dipihakku, karena aku hanya punya diriku dan semesta jika ingin membantu.