Selamat Membaca!
......
"Kamu yakin, Zafran?"
"Iya saya yakin dokter"
"Taruhannya bukan hanya rasa sakit Zafran, tapi nyawa"
"Saya sudah terbiasa merasa sakit, jadi untuk merasakan hal yang lebih dari itu saya rasa saya sudah lebih dari kata siap. Setidaknya sekali dalam hidup saya, saya bisa berguna untuk orang lain"
"...."
"Kalau saya menemui tuhan dengan cara saya sendiri, tuhan akan marah"
"Saya harap kamu bahagia di kehidupan selanjutnya"
"Akankah...?"
Ada sedikit rasa sakit pada hati dokter Tria, mendengar Zafran mengucapkan kalimat demikian. Sayatan yang begitu halus namun menorehkan luka yang begitu besar. Perih.
"Tapi apakah dokter bisa memberikan saya waktu 3 hari. Apakah Jevano masih bisa bertahan dalam waktu 3 hari, dok?"
"Kalau tidak bisa tidak apa-apa, saya siap kapanpun"
"Insyaallah Jevano masih bisa bertahan. Dia sahabatmu kan?"
Zafran hanya mengangguk sembari sedikit mengulas senyum pada bibir pucatnya.
"Dalam diamnya dia pasti mengerti"
Sekali lagi Zafran tersenyum lega. Lalu menghembuskan nafasnya secara kasar. Zafran sudah cukup kuat untuk berjalan menemui dokter, dengan tangannya yang masih tertancap selang infus. Kehidupan membawakannya sakit lebih. Jadi berdarah karena luka sobekan kecil, bukan berarti apa-apa. Seumpama terbiasa dihantam badai. Mengapa harus menggigil hanya karena gerimis kecil.
Setelah menemui dokter Tria, Zafran kembali ke ruangannya. Ia berjalan sendirian, Raka sedang berada di sekolah. Ia sudah biasa mengurus dirinya sendiri. Keadaan mengharuskan untuk bisa melakukan apa-apa sendiri. Pemuda itu berhenti di sebuah lorong rumah sakit. Memperhatikan pintu ruangan yang tertutup rapat. Zafran tidak tau pasti, apakah Hardinata masih ada di sana, atau ia sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.
Zafran melawan isi pikirannya. Ia lebih memilih mengikuti apa kata hatinya. Dengan perlahan ia berjalan mendekati ruangan tersebut. Dapat Zafran lihat jelas dari sebuah kaca yang ada di pintu, Hardinata tidak ada di sana. Hanya ada petugas kebersihan rumah sakit yang nampak membersihkan kamar tempat ayahnya itu di rawat. Mungkin Hardinata sudah pulang. Ada rasa sakit yang semakin menjadi di dalam hatinya. Lukanya tak pernah sembuh, yang ada malah semakin memburuk.
Zafran berjalan ke arah ruang tunggu yang berada tidak jauh dari ruang inapnya. Pemuda itu duduk termenung dengan isi kepala yang semeraut.
"Ngapain di luar?"
Zafran reflek menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Wajah itu nampak tidak asing.
"Hei" gadis itu mengibaskan tangannya di depan wajah Zafran. Guna menyadarkan Zafran dari lamunannya.
"Lo ingat gue?"
Zafran masih diam, memperhatikan setiap inci wajah gadis cantik di hadapannya.
"Dah lupain aja. Lu ngapain di luar?"
"Gapapa"
"Lu udah Mak-"
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Zafran bangkit dan berjalan menjauhi gadis itu.
"Eehh mau kemana? Mau gue anter?"
"Tidak usah, makasih"
Zafran melanjutkan langkahnya sembari membawa botol infus yang selangnya masih tertancap di tangannya. Berjalan menjauhi gadis itu di ruang tunggu, yang masih menatap punggung Zafran yang kian menjauh.
![](https://img.wattpad.com/cover/262623295-288-k118287.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Semestanya Zafran
Ficción General"Kita adalah sepasang rasa yang penuh luka" Kumohon pada semesta untuk berada dipihakku, karena aku hanya punya diriku dan semesta jika ingin membantu.