1. Kepingan Masa Lalu

542 23 0
                                    

“Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kamu larang hamba Allah yang perempuan ke rumah Allah (masjid).” HR. Bukhari dan Muslim.

***

“Kang Rashya katanya udah pulang,” bisik gadis bermata sipit kepada temannya yang tengah khusyuk menggulir tasbih. Ia bergeming. Hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

“Laiba, kamu masih sebal sama dia?”

Gadis berwajah bulat dengan mukena terusan itu mengangkat tangan. Waktu zikir usai, jemaah sudah menata diri hendak menyaksikan kajian yang dilakukan rutin setiap Senin malam.

Gadis bernama lengkap Laiba Ashalina menuju ke tempat wudu, tak sengaja berpapasan dengan sesosok lelaki gagah berambut basah, lengan kemejanya masih tersingsing. Sempat mengulas senyum kepadanya. Namun, Laiba berpaling. Kepingan masa lalu membuatnya benci melihat wajah itu.
 
Di tempatnya duduk sekarang, Laiba mengingat sesuatu yang terjadi di antara mereka. Sebelas tahun bukan waktu yang singkat, kepergian lelaki itu menimba ilmu ke pesantren harusnya cukup membuatnya melupakan. Namun, tidak semudah itu.

“Dengan demikian, tidak ada larangan bagi perempuan melaksanakan salat di masjid. Mengutip dari Badwi Mahmud Al-Syaikh dalam bukunya yang berjudul ‘100 Pesan untuk Wanita Salihah’, beberapa ulama menganjurkan agar kaum perempuan juga memakmurkan masjid dengan aktivitas-aktivitas yang baik seperti pengajian, halakah, atau diskusi selama tidak meninggalkan atau mengabaikan tugas utamanya di rumah."
 
Laiba tersentak, dirinya cukup lama melamun hingga tak terasa sudah berada di ujung acara. Seorang ibu-ibu yang duduk tak jauh dari tempatnya itu mengangkat tangan.
 
“Apakah terdapat adab atau etika ketika perempuan hendak pergi ke masjid?” tanyanya.

Arashya mengubah duduknya sedikit lebih condong ke depan.

“Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Imam Al-Nawawi dalam Syarh Al-Nawawi juz 4 halaman 161 menyebutkan beberapa di antaranya; tidak memakai wewangian, perhiasan, dan pakaian untuk pamer. Selain itu, kaum hawa tidak membaur dengan kaum laki-laki sehingga bisa menimbulkan fitnah. Serta, tidak ada sesuatu yang dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan dan sebagainya di perjalanan.”

***

“Kang Rashya pantas jadi ustaz untuk kelas lima. Orang mondoknya saja sudah bertahun-tahun di Tebuireng.”

Pesantren Tebuireng merupakan pesantren terbaik yang didirikan pada tahun 1899 oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang dikenal sebagai sosok ulama karismatik sekaligus pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1967.  Hal itu membuat pesantren terkenal di kalangan masyarakat.

Selain itu, cucunya yang bernama KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi presiden RI yang keempat dan yang pertama dari kalangan santri. Itu menunjukkan kualitas pesantren tidak bisa diragukan.

“Mbak Laiba,” sapa ibu-ibu yang mengobrol tadi. Gadis dengan gamis biru langit itu mengangguk dan tersenyum, kemudian masuk ke kelas. Laiba ditempatkan mengajar di kelas tiga, memberikan materi seputar ilmu untuk membaca Al-Quran, seperti Tajwid dan Gharib. Ada beberapa nadham di antaranya: Al-Wasiat, Al-Aham, dan Alala.

Sedangkan kelas yang diampu Arashya. Sudah fokus ke materi yang ada di pondok. Seperti Nahwu Shorof, Jurumiyah, dan kitab-kitab dasar seperti Safinatu Najah. Kelas lima merupakan tampungan bagi anak-anak yang sudah wisuda. Dan untuk pengampunya, minimal sudah pernah mondok.

Ilingo, da' hasil ilmu anging enem perkoro, bakal tak ceritake kumpule kanthi pertelo.” (Ingatlah, engkau tidak akan sukses meraih ilmu kecuali dengan enam hal. Saya akan menjelaskannya secara gamblang).
 
Rupane limpad, lobo, shobar, ono sangune. Lan piwulange guru lan sing suwe mangsane.” (Cerdas, antusias, sabar, biaya, bimbingan guru dan waktu yang lama).
 
Laiba membacakan terjemahan dari nadham Alala ketika muridnya sedang menyalin tulisannya di papan.

LAIBA ARASHYA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang