5. Antara Cinta dan Rasa Tak Enak Hati

143 12 0
                                    

Enggak vote juga enggak apa-apa. Aku menulis untuk kalian baca, dan semoga bermanfaat.

Bismillah ....
Happy Reading :)

***

Arashya duduk dengan tenang ketika menghadap Ustaz Akbar. Lelaki sepuh itu terus tersenyum membuat perasaannya tidak enak.

“Kenapa tegang begitu?” tanya Ustaz Akbar. Mengambil cangkir kopi dan menyeruputnya perlahan.

“Minum kopimu dan kita akan mulai membicarakan sesuatu.”

Arashya manut. Namun, ia berharap agar ibunya segera keluar dan menemaninya mengobrol dengan sang ustaz.

“Putriku bilang sudah pernah menyampaikannya padamu.” Arashya mengangguk. Ia sangat paham, dan tidak lupa dengan perkataan Shafa waktu itu.

“Katanya tidak ada perubahan meski dia sudah menanggalkan malu untukmu yang bukan siapa-siapa. Shafa minta agar aku yang mengatakannya padamu.”

“Mewakili putriku, maukah kau menikahinya?” Ustaz Akbar tersenyum. Hatinya juga bergemuruh, takut bila Arashya menolak. Harus berkata apa dirinya kepada putri satu-satunya yang mungkin juga menunggu dengan harap-harap cemas?

Shafa bukan gadis yang dibiarkannya mudah jatuh cinta. Dan ia yakin, ketika putrinya sudah sampai mengatakannya terlebih dulu, itu tandanya Arashya merupakan lelaki yang spesial.

Seperti yang diketahuinya, lelaki tampan yang tengah menunduk takzim di hadapannya itu merupakan santri tawaduk. Meski ilmunya tinggi dan pesantrennya merupakan pesantren terbaik, lelaki itu tetap mengakuinya sebagai guru.

“Ustaz ....” Suara Arashya bergetar. Sungguh! Tiada yang dipikirkan kecuali gadis kecilnya. Laiba Ashalina.

“Kamu ragu? Apa sudah ada yang membuatmu jatuh hati?”

“Boleh saya meminta waktu? Akan saya pikirkan baik-baik.”

***

Pagi hari, Arashya tidak berangkat ke sawah Ustaz Akbar seperti hari-hari sebelumnya. Dia mengunjungi rumah Laiba.

“Mbak.”

Gadis yang baru saja keluar itu rupanya baru selesai mandi. Dilihat dari wajahnya yang segar dan pakaiannya yang rapi.

“Saya bingung.”

Laiba mengernyit. “Oh, saya tahu. Kang Rashya bingung lagi punya utang, ya. Mau pinjam uang? Maaf, ya, Kang, saya lagi enggak ada.”

“Ini tentang hati.” Arashya bangkit berdiri setelah sekian lama berjongkok di depan rumah Laiba.

“Ustaz Akbar datang memintaku menikahi putrinya. Mbak Shafa.”
 
“Lalu, maksud Kang Rashya datang ke sini untuk apa? Kang Rashya ingin pamer, ya.”

Arashya melihat kedua netra Laiba berkaca-kaca.

“Mbak, saya ingat janji kita.”

“Itu janji anak kecil, tak usah dipikirkan. Saya juga sudah lupa.” Laiba berpaling. Menyembunyikan segala rasa yang berkecamuk dalam dada.

“Bagaimana mungkin? Kamu pasti sakit hati mendengarnya. Saya datang kemari untuk meminta saran kepadamu agar bisa menolaknya secara halus.”

“Pede banget, sih. Siapa yang sakit hati? Kang Rashya pikir saya suka sama sampean? Pikirkan sakit hatinya Mbak Shafa jika sampean menolak, Kang. Dia putri ustaz, dia meminta ayahnya untuk mengutarakan keinginannya.”

LAIBA ARASHYA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang