Mata beriris coklat menatap pria berbalut kemeja warna abu di depannya. Wanita itu tampak heran dengan segala hal yang cukup ribet dilakukan sang lelaki.
"Mau ke mana sih lo, Yes?" tanya sang wanita yang sudah tak bisa menutupi rasa penasarannya.
Lelaki bernama Yeska itu tersenyum. "Mau kencan. Eh, lebih tepatnya mau nembak, Mes."
Wanita itu mengerjap. "Siapa?" tanyanya dengan berdebar.
Lelaki sang pemilik apartemen hanya tersenyum yang menampilkan kesan misterius. "Menurut lo siapa, Mes?"
Meisya dengan wajah polosnya menunjuk dirinya sendiri. "Gue?"
Yeska segera menoyor kepala Meisya. Bisa-bisanya wanita itu bercanda. Mana bisa dia menembak Meisya jika dia hanya bisa menganggap Meisya sebatas teman, ah mungkin mendekati saudara. Yeska menganggap Meisya seperti teman-temannya yang lain, tak ada yang spesial.
"Ngaco lo. Mana mungkin gue nembak lo, Maemunah. Gue mau nembak Rista. Inget Rista nggak?" tanya Yeska dengan senyum lebarnya.
Meisya tersenyum, meski pancaran harap di matanyanya meredup. Matanya yang awalnya cerah kini terlihat sayu tak bersemangat. Hatinya terasa sakit. Dia memang tak pernah dianggap istimewa oleh Yeska, sosok yang ia cintai selama lebih dari satu tahun terakhir.
"Rista yang mana?" tanya Meisya dengan suara yang ia buat sebiasa mungkin meski jelas ada aksen sinis di dalamnya.
"Yang dulu magang di tim kita." Yeska menjawab dengan entengnya sambil memakai jam tangan hitam di pergelangan tangan.
Meisya ingat mahasiswi manis yang magang beberapa waktu lalu. Yeska memang terlihat sedikit cari perhatian pada wanita muda itu dan selalu ditanggapi dengan baik.
"Udahlah. Gue mau berangkat. Lo pulang sana! Ngapain juga lo tadi ke sini sih?" usir Yeska yang membuat Meisya mendengkus.
"Udah ada yang baru aja nih, gue jadi dilupain. Nanti kalau ditolak jangan nangis-nangis di depan gue ya!" ucap Meisya yang meraih tasnya dan segera pergi dari apartemen milik Yeska.
Meisya tersenyum miris. Penantiannya selama ini memang tak pernah bersambut. Untuk apa juga dia menanti lelaki seperti Yeska? Sepertinya dia harus segera keluar dari masa menyedihkan ini. Dia harus mengubah status jomlonya segera, biar tidak terlalu ngenes.
Wanita itu melajukan mobil merah miliknya tanpa tujuan. Dia benar-benar belum berminat pulang. Dia pusing mendengar sang mama selalu mengucapkan kata menikah dan menikah. Dari mana mau menikah, kalau dia belum siap dan calon saja belum ada yang nyantol sama sekali.
Meisya segera mengubah arah mobil menuju ke rumah sang kakak. Sepertinya istirahat di sana tak terlalu buruk, apalagi ada Winda, teman yang merangkap menjadi kakak ipar.
Sampai di area kompleks perumahan milik sang kakak, tapatnya satu rumah sebelum rumah sang kakak, ada anak kecil yang tiba-tiba berlari keluar dari pagar rumah di depannya. Meisya kaget, ia membelokkan mobil miliknya untuk menghindari menabrak anak kecil itu. Saat membelokkan mobil, Meisya yang memang sudah lelah dan pikirannya cukup ruwet, membuat Meisya tak berhati-hati. Bukannya menginjak rem, ia menginjak pedal gas yang membuat mobilnya menabrak pagar besi rumah di sampingnya. Cukup keras, sehingga membuat mobil bagian kiri depan penyok dan pagar besi juga sedikit penyok.
Meisya menghela napasnya dan mengusap dadanya. Wajahnya masih terpaku dengan raut terkejut dan syok. Dia takut, tapi masih sedikit bersyukur dirinya dan anak kecil itu tidak apa-apa.
Setelah merasa tenang, Meisya segera membuka kunci dan keluar dari mobil dan segera menghampiri anak kecil yang masih terpaku menatap mobilnya. Meisya berjongkok di hadapan anak laki-laki yang usianya ia tebak sekitar tiga tahunan itu. Ia mengamati tubuh anak itu dengan seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beleaguered : Stopping on You
ChickLit[COMPLETED] Beleaguered : Terkepung Meisya seorang jomlo menaun yang sedang dilanda kebingungan dengan perubahan hidupnya akhir-akhir ini. Dia mendapat serangan dadakan dari segala arah yang membuatnya stres seketika. -----------------------Beleague...