MA 12

32 4 0
                                    

Chansung masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Suho-ya, apa yang terjadi padamu?"

"Aku ada urusan lain yang lebih penting daripada mengurusi orang lain, aku permisi." Dia bahkan melepaskan kacamata dan membuangnya sampai kacanya pecah, itu menandakan kalau dia tidak lagi membutuhkannya.

Suho sudah bertekad kuat ingin menunjukkan dirinya yang sebenarnya pada Irene. Dia sudah muak dengan sandiwara yang dilakukan adiknya yang mempengaruhi kehidupan pribadinya.

Chansung mengambil kacamata Suho yang dibuangnya, walau kondisinya sudah rusak dengan sebelah kaca yang sudah retak. Namun, ketika dia memberikan kembali pada Suho. Yang sudah dihentikan langkahnya ini sama sekali tidak memedulikan temannya.

"Suho. Tolong, jangan berpikir yang macam-macam. Tolong ikuti naskah yang sudah di buat Kai. Ini juga demi kau juga."

Suho meraih kacamata miliknya dan menginjaknya tepat di depan mata Chansung. Bahkan Chansung dibuat kelabakan karena Suho terus mendekatkan tubuhnya.

"Sekarang aku tanya. Siapa Kai yang seenaknya membuat skenario sesuka hatinya?"

"T-tapi..."

Suho pun pergi meninggalkan Chansung dan pergi ke sebuah salon yang jauh dari kota, dia rela mengeluarkan uang yang begitu banyak untuk pergi ke salon yang bahkan sudah terlihat usang. Suho pergi ke tempat yang sudah di tandai pada maps, kakinya terus berjalan sampai di depan pintu yang bergantungan papan bertuliskan closed.

Seorang pria tua yang baru saja selesai memanen sayuran, dia terhenti sambil berusaha memfokuskan matanya pada pemuda yang tengah berdiri di depan salonnya.

"Kau..."

"Aku Suho. Kakek."

"Suho..." Kakek berusaha mengingat siapa pemuda bernama Suho. "Astaga Kim Suho! Kau sudah besar sekarang." Dia merasa bahagia karena bisa melihat Suho kembali, karena dahulu keluarga Suho sering melakukan treatment dan pangkas rambut di salonnya. Mereka berdua bercengkerama dengan baik dan Suho dari dulu memang selalu sopan pada orang tua.

"Bagaimana kabar kakek?"

"Seperti yang kau lihat sekarang, semakin menua. Tak sepertimu yang semakin tampan."

Suho tersenyum karena kakek yang sudah lama di kenalnya sekarang ini memujinya, namun dia harus menyembunyikan fakta yang sebenarnya kalau sekarang ini dirinya sedang berusaha membangkitkan ingatan yang telah memudar. Dia sendiri bisa sampai ke sini karena foto yang tersimpan di dalam memori yang ditemukannya di dalam kamar Kai.

"Apa salon ini sedang tutup?"

"Tidak akan pernah tutup untukmu, silakan masuk." Kakek membukakan pintu untuk Suho, kemudian dia membawa barang bawaannya ke dalam rumahnya yang menjadi satu dengan usahanya.

Suho duduk di bangku yang sudah disediakan, begitu empuk dan nyaman untuk punggungnya. Seketika ingatannya perlahan mulai kembali dibarengi kepalanya yang begitu sakit, namun kakek tidak boleh mengetahuinya.

"Kepalaku... semua ingatan ini benar-benar menyiksaku."

Kakek kembali dan Suho langsung bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Dia ingat tentang sang kakek, salon, dan kebun yang berada di belakang salon. Kakek melihat rambut Suho yang begitu bagus, dia pun menyarankan beberapa model rambut yang terbaik dari internet. "Kau mau yang mana? Pilih saja."

"Aku mau yang ini." Di tunjukannya fotonya saat masih berada di bangku sekolah dan kakek langsung menyetujuinya. Dia hanya bisa menuruti kemauan Suho yang memilih potongan yang sederhana dibandingkan yang lebih populer sekarang.

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang