Seperti Bintang

237 28 3
                                    

Hai, aku bisa minta vote dan komentar, gak? Biar ceritaku tidak kelelep Mulu di Wattpad. 🙏🙏 Aku banyak maunya, ya. Maaf 🙈

*.*.*.
Sebelum pergi ke kebun stroberi,Ryan
dan Zeline menyimpan ranselnya di salah satu vila yang dulu merupakan milik keluarga Zeline. Tempat itu berubah banyak dalam dua tahun. Selain warna, interiornya pun sangat berbeda. Tidak ada foto keluarga Zeline, sofa diganti, dan sudah banyak kamar yang disiapkan. Di sekitar rumah utama--yang dulu merupakan kebun--dibangun gedung lain yang berpetak-petak untuk disewakan.

Satu-satunya tanaman yang bertahan adalah pohon mangga di dekat pagar. Dulu di dahan pohon itu ada rumah pohon dan di dahan lain tergantung ayunan, tempatnya bermain dengan Zayn. Meski usia mereka cukup jauh, tetapi Zayn selalu menemaninya, bahkan bermain boneka dengannya.

Mata Zeline memanas hendak menitikkan air mata. Segera ia mengatur napas dan menatap Ryan. Tidak apa-apa, ia memiliki Ryan dan orang tuanya. Ia akan bahagia seperti Zayn yang telah bahagia di sisi Tuhan.

"Kenapa vila ini dijual?" Ryan menatap sekeliling ruang tamu saat Zeline bercerita tentang pajangan yang dulu menghias tempat itu.

"Aku sangat dekat dengan Kak Zayn. Setiap mengingat dia, aku histeris. Akhirnya semua yang berhubungan dengan Kak Zayn disingkirkan sama Mama, termasuk vila ini."

Matahari sudah menjauh dari puncak cakrawala. Usai menyimpan tas, mereka menuju kebun stroberi yang letaknya beberapa kilometer dari vila itu. Salah satu perkebunan yang selalu ramai dikunjungi oleh orang-orang yang datang ke Puncak, terutama orang kota.

Topi Ryan berpindah di kepala Zeline, sedang ia memakai topi anyaman yang disediakan perkebunan itu. Di tangan Zeline ada keranjang plastik kecil berwarna pink. Tempat itu cukup ramai membuat Zeline mengeluh kalau mereka mungkin tidak akan kebagian stroberi.

"Kita ke ujung sana, kayaknya di sana jarang dikunjungi."

Zeline menahan langkah Ryan, meminta lelaki itu berdiri diam. Ia mengeluarkan ponsel, mengambil gambar Ryan yang tersenyum. Gadis itu terkekeh pelan, berucap bahwa Ryan terlihat lucu dengan topinya, mirip petani stroberi yang tampan.

"Kalau petani stroberinya kayak kamu, aku rela jadi pencabut rumputnya." Zeline mengedipkan satu mata kepada Ryan, lalu segera berjalan cepat karena tidak mau kehabisan stroberi.

Mereka berhenti di tiga deret terakhir karung-karung tanah berisi pohon stroberi itu. Benar saja, berbeda dengan area yang lebih di depan, tempat itu tidak begitu terjamah. Zeline menunduk, mengambil buah merah yang tergantung. Kadang juga mengubek-ubek di tengah-tengah pohon untuk mencari yang lebih merah dan lebih besar.

"Mau coba?" tawar Zeline pada Ryan, menyodorkan stroberi yang paling bagus yang ia petik.

Ryan mengambil buah itu, digosok beberapa kali, lalu ditiup sebelum menggigit sepotong.

"Manis?" tanya Zeline, melanjutkan sebelum dijawab, "Kalau nggak manis, liat aku aja."

Ryan hampir menyemburkan stroberi yang ia kunyah karena Zeline yang berkedip-kedip. Lantas sepotong stroberi yang tersisa, ia gosokkan di pipi gadis yang belum bisa mengubah sikap narsisnya.

"Ih, Iyan!!" pekik Zelin, menggosok pipinya yang basah dan lengket karena stroberi.

Mereka berkejaran di samping deretan karung itu. Tidak peduli orang-orang mulai menatap mereka, seolah-olah di tempat itu hanya ada mereka. Anak-anak yang sedang memetik stroberi memperhatikan mereka dan beberapa di antaranya ikut berlari dan meminta saudari untum dikejar juga.

Keranjang Zeline masih terisi setengah, tetapi ia sudah lelah. Mereka duduk di tempat istirahat sambil menikmati jus stroberi yang segar.

"Kata Mama, dia juga mau stroberi," ujar Zeline setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh ibunya. Tidak lama ia tertawa membaca pesan lain di ponselnya.

When I See You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang