Santet Online

196 29 1
                                    

Sepanjang hari, Zeline gunda, galau, merana. Ia tak pernah suka belajar, tetapi sejak ada Ryan, ia betah berada di kelas. Dari tadi pagi, lelaki itu sibuk mengejar beberapa mata kuliah yang tertinggal. Entah di kelas mana ia berada sekarang.

"Galau amat, Neng," seru Karina mengambil tempat di kursi depan meja Zeline.

"I miss my prince," lirih Zeline menelungkup pipinya dengan kedua tangan. Tatapannya mengawan-awan, memikirkan pujaan hatinya yang entah di mana.

"Beruntung kamu punya teman sepertiku," puji Karina pada diri sendiri. "Ryan sedang ikut belajar di kelas F. Kelasnya Pak Jono."

Mata Zeline membesar. Tangannya kini berpindah di pipi Karina. Ia mencubit keras, lantas berdiri dengan wajah dipenuhi senyum. Tidak salah ia berteman dengan si Wartawan Kampus. Kadang sifat cerewet dan gila urusan Karina sangat berguna.

Langkah supermodel Zeline membuat siapapun berbalik padanya, ada yang terpana dan ada juga yang mencibir. Siapa yang tidak mengenal gadis itu di kampus ini? Selain terkenal cantik, ia juga dikenal angkuh.

Pintu cokelat dengan tulisan 'F' tepat di depan Zeline. Ia membuka dengan cepat, tak sabar menatap wajah lelaki-nya. Ia terperanjat sejenak, melihat bahwa kelas itu ternyata dipenuhi oleh mahasiswi. Ada beberapa yang bahkan ia ketahui bukan mahasiswi fakultas hukum.

Seulas senyum Zeline munculkan pada lelaki tua berkepala botak di bagian atas.

"Maaf, aku telat, Pak," ucap Zeline pada Pak Jono.

"Ya, silakan duduk!" pinta Pak Jono.

Pandangan Zeline memutar di segala penjuru. Hanya ada satu bangku yang kosong. Letaknya sangat jauh dari tempat duduk Ryan. Lelaki itu ada di sudut ruangan sebelah kanan, semetara bangku kosong itu di sudut ruangan sebelah kiri. Tidak, ia tidak mau sejauh itu. Ia tak akan puas memandang wajah tampan Ryan jika jaraknya jauh seperti itu.

Hampir seluruh mata di ruangan itu tertuju pada Zeline yang mendekat di bangku Ryan. Ia memasang senyum terbaiknya pada lelaki gondrong yang duduk di samping Ryan.

"Maaf, tapi, kamu duduk di sana, boleh 'kan?" Zeline menunjukkan bangku kosong pada si Gondrong.

Lelaki itu membalas senyum Zeline. Demi apa, ia tidak mungkin emnolak keinginan gadis secantik Zeline.

"Terimakasih," ucap Zeline begitu lelaki gondrong itu bangkit dan menyampirkan ransel di lengan kanan.

***

Ryan tak nyaman duduk sebangku dengan orang lain. Ia hanya tak enak jika mengusir lelaki yang duduk di sampingnya. Ia sibuk menulis materi yang didiktekan oleh Pak Jono, hingga lelaki gondrong di sampingnya tiba-tiba berdiri. Sejenak, ia merasa puas karena akan duduk sendiri. Namun, ia terbelalak begitu melihat pengganti lelaki tadi.

Jangan gadis itu lagi! Zeline, gadis aneh yang terus mengejarnya. Ryan sudah terbiasa didekati oleh perempuan, tetapi Zeline sangat ajaib. Bisa ia sebut agresif dan ... murahan.

"Hai, Sayang! Kangen tau," bisik Zeline membuat Ryan bergidik ngeri.

Suara-suara dalam diri Ryan mulai berbunyi. Ada yang meminta agar segera berlari, bahkan ada yang menyuruh untuk segera mendorong gadis itu menjauh. Napasnya memburu tak keruan. Konsentrasinya buyar seketika. Ia tak lagi bisa mendengar jelas ucapan Pak Jono. Tangannya yang dari tadi lincah menggores pena di lembaran buku, berhenti bergerak. Ia hanya memegang pena dengan keras hingga telunjuk dan jempolnya memutih.

"Tegang banget, sih," ejek Zeline yang kemudian cekikikan. "Aku tau aku cantik, tapi biasa aja dong. Sampe keringat gitu."

Demi Tuhan, Ryan ingin menyumpal mulut Zeline dengan kertas agar gadis itu bisa diam. Setiap kata yang keluar dari mulutnya, seakan membuat Ryan ingin muntah.

When I See You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang