26 - Seorang Perempuan

2.2K 321 43
                                    

[Tiga bulan kemudian]

Setelah tiga bulan lalu menghabiskan waktu untuk bulan madu, hubungan Bian dan Nara makin harmonis. Mereka makin dekat dan mungkin perasaan yang bernama cinta itu sudah sedikit demi sedikit ada diantara mereka.

Kebiasaan apapun bercerita juga sudah dilakukan keduanya. Bian hanya ingin rumah tangganya kali ini tidak ada sesuatu yang disembunyikan barang sedikit pun.

Selama tiga bulan ini juga, Nara sudah menjalankan kewajiban sepenuhnya sebagai seorang istri. Memasak, merawat rumah, dan melakukan pekerjaan lainnya yang berbau ibu rumah tangga. Sebenarnya, dia sempat ingin bekerja, namun dilarang oleh Bian. Nara ingin bekerja karena menurutnya, waktu yang ada di rumah terlalu luang. Dia ingin mengisi waktu luang itu untuk hal-hal lain. Apa daya, ketika Bian sudah mengatakan tidak, mau tidak mau seorang Denara Ayudia harus tunduk.

Seperti siang ini, untuk mengusir rasa bosannya, Nara berniat akan menjemput Kaila sekaligus ke kantor Bian untuk mengantar makan siang. Nara sudah berkutat dengan alat masak di dapur. Semua masakan sudah dia cicipi. Beberapa kotak makan juga sudah dikeluarkan dari lemari. Nara dibantu oleh Mbok Nah menyusun bekal tersebut.

"Mbok, minta tolong di aduk dulu, ya. Aku mau ke kamar Mama sebentar," kata Nara sambil menyerahkan centong pengaduk sayur ke Mbok Nah. Nara lekas berlalu pergi menuju kamar Hanna.

-

"Ma," Nara mengetuk pintu kamar Mama mertuanya itu.

"Masuk, Sayang," jawab Hanna di balik pintu.

Nara kemudian masuk ke dalam kamar Hanna. Terlihat Hanna sedang berada di depan meja riasnya hendak berdandan karena mungkin akan menjemput Kaila. Nara mendekat dan memegang kedua pundak Mama mertuanya itu.

"Ma, Mama mau jemput Kaila, ya?" Hanna mengangguk sambil mengambil beberapa alat make up yang berada di depannya itu. "Kenapa?"

"Mama ngga usah jemput Kaila, biar aku aja. Soalnya aku mau ke kantor Mas Bian juga," kata Nara yang sudah berada di samping kiri Hanna itu. Hanna yang sudah memegang sebuah botol pelembap muka pun berhenti sejenak dari aktivitasnya.

"Oh, gitu. Sama supir?" tanya Hanna. Nara lekas mengangguk. "Ya, udah, aku pamit dulu, ya, Ma. Mama di rumah aja," Nara pun menyalami tangan mertuanya itu dan berlalu pergi.

-

Sekitar pukul sebelas siang Nara sudah sampai di sekolah Kaila. Ternyata, pembelajaran sudah selesai namun belum terlalu lama. Terlihat beberapa teman Kaila sedang berjalan di lorong kelas menuju tempat penjemputan.

Selang beberapa menit, terlihat Kaila berjalan bersama teman-temannya dengan tertawa riang. Nara yang melihat dari kejauhan juga ikut sumringah. Kaila yang menyadari ada Nara di depannya lekas berlari.

"Bunda!" Kaila berlari mendekat ke arah Nara. Nara pun berjongkok menyambut Kaila. "Aduh, anak Bunda. Lama, ya, nunggunya?" tanya Nara sambil membenarkan poni Kaila yang agaknya sudah berantakan itu.

Kaila menggeleng. "Engga, La baru keluar. Kok, Bunda yang jemput? Oma mana?" Kaila terlihat celingak-celinguk mencari Omanya itu. "Iya, Bunda yang jemput. Soalnya kita mau ke kantor Ayah," ungkap Nara sambil tersenyum. Dia pun berdiri.

"Oh, iya, tadi La dikasih tahu sama Miss Sandra, kalau lusa La disuruh bawa pot bunga, tanah, sama tanaman kecil, Nda," Nara memperhatikan putri kecilnya yang tengah menjelaskan sesuatu itu. Nara mengangguk. "Ya, udah, nanti Bunda coba cari di gudang pot bunganya. Yuk!" ajak Nara menuju parkiran mobil.

Nara dan Kaila pun masuk ke dalam mobil dan menuju ke kantor Bian.

-

Perjalanan memakan waktu sekitar tiga puluh menit. Kaila senang sekali, akhirnya dia ke kantor Ayahnya lagi setelah sekian lama. Terhitung setelah Bian dan Nara menikah, Nara juga baru beberapa kali menginjakkan kakinya lagi ke tempat ini.

Amerta - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang