Matahari telah naik dengan tinggi ketika seorang anak perempuan berusia 7 tahun meraih bukunya disebuah rak buku gramedia lalu menunjukkannya kepada sosok ayahnya yang melihat majalah-majalah otomotif di rak tertentu.
"Papa, ini bukunya."
Lelaki berusia 34 tahun itu mengalihkan pandangan dari majalah yang dilihatnya lalu menatap buku yang putrinya tunjukkan.
"Kamu yakin nggak salah?"
Ara mengangguk mantap. "Benar, Pa."
Sang ayah lalu menutup majalah yang dibacanya sebentar dan meletakkannya kembali di rak. Ia meraih lengan kecil putrinya lalu segera ke kasir untuk membayar. Kehidupan sehari-hari yang dijalani seorang Adam memang selalu seperti ini, jika dia sedang berlibur, dia akan menemani putrinya untuk berbelanja atau sekedar mengajak liburan.
"Pa, apa kita jadi bertemu dengan Mama?"
Adam mengangguk. "Jadi. Kamu udah siapin semua baju sekolah kamu?"
Ara mengangguk. "Sudah, Pa. Semalam Mama juga telepon bantuin Ara siapin baju sekolah."
"Bagus. Minggu depan Papa jemput aja ke rumah Mama ya."
Ara mengangguk seketika menunduk lesu sambil menatap plastik yang berisi buku ditangannya. "Apa Papa sama Mama nggak bisa tinggal serumah lagi?"
Mendengar pertanyaan putrinya, Adam tersenyum kecil. Mengelus kepala Ara dengan kasih sayang yang tulus. "Kalau kamu sudah dewasa, kamu pasti akan mengerti."
Ara hanya diam tanpa menjawab, selama ini dia memang menjadi anak bolak-balik dimana kedua orang tuanya sudah bercerai ketika dia berumur 4 tahun. Sudah tiga tahun ini orang tuanya bercerai dan Ara yang masih kecil berusaha menyesuaikan keadaan. Dulu, kehidupan mereka begitu menyenangkan sampai pada suatu konflik yang Ara tidak mengerti sehingga kedua orang tuanya memilih untuk berpisah.
"Sudah sampai, ayo turun."
Adam lalu meraih koper kecil putrinya di kursi belakang dan berjalan bersisian dengan putrinya memasuki sebuah restoran dimana mantan istrinya minta bertemu. Adam melihat mantan istrinya itu sedang duduk seorang diri dan keduanya menghampiri mereka.
"Mama!" seru Ara membuat mata Fira teralihkan.
Wanita itu tersenyum manis ketika melihat mantan suami dan putrinya datang. "Hai sayang," Ia memeluk Ara erat. "Mama kangen kamu."
"Ara juga, Ma."
"Kamu sudah lama?" tanya Adam pada Fira yang terlihat lebih kurus dari yang terakhir dilihatnya.
"Sekitar lima menit. Kamu apa kabar?"
"Aku baik." Adam menjawab seadanya sebelum matanya melirik Ara dan berkata. "Uang saku kamu masih ada?"
Ara memang selalu diberi uang saku oleh Adam seminggu sekali. Gadis kecil itu mengangguk. "Masih, Pa. Papa mau nambah lagi?" tanya Ara dengan senyuman jahilnya.
Adam tersenyum kecil lalu mengeluarkan dompet dan memberikan 3 lembar uang merah. "Jangan boros." Ia lalu menatap Fira dan berkata. "Minggu depan aku ada perjalanan keluar kota, jadi kemungkinan Ara aku jemput hari senin langsung ke sekolahnya."
"Iya, Mas." Fira mengangguk dan menatap mantan suaminya yang entah kenapa sudah menjadi mantan namun semakin terlihat tampan. "Kamu belum niat cari istri baru?"
Pertanyaan Fira membuat Adam seketika menatapnya dengan seksama. "Nanti ketika Ara sudah siap menerima Mama baru." Ia melirik Ara yang sedang sibuk memasukkan uang saku diberinya ke dalam dompet boneka berwarna merah muda miliknya. "Lagi pula, aku cari istri yang mau menerima Ara dan segala kekuranganku."
Adam sama sekali tidak bermaksud untuk menyindir, namun jelas wajah Fira langsung memerah karena sindiran halus mantan suaminya.
"Kamu sendiri? Bagaimana dengan laki-laki itu? Kalau dia masih tidak mau menerima Ara, aku akan mengambil alih Ara sepenuhnya dibawah pengasuhanku."
Fira menghela napas pelan dan menjawab. "Aku masih berusaha."
"Sampai kapan kamu mau berusaha, Fira? Sudah 3 tahun dan laki-laki itu masih menggantungmu."
Sejujurnya Fira merasa sangat menyesal karena sudah menceraikan Adam yang kini memiliki masa depan yang cerah. Dulu, ia masih hanyalah seorang perempuan yang tidak tahu diuntung dengan memaksa Adam untuk terus mencari pekerjaan selagi lelaki itu kuliah S3. Penghasilan mereka sangat kurang karena Adam memang benar-benar mencukupi kebutuhan sehari-hari sementara Fira yang berasal dari keluarga kaya ingin keinginannya turut terpenuhi sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang pengusaha dan terlena pada lelaki itu.
"Dia berjanji akan segera menikahiku dengan syarat melepas hak asuh Ara padamu."
"Kamu masih bisa bertemu Ara." Adam berucap dengan jelas. "Biarkan hak asuh Ara jatuh padaku. Semua terserah sama kamu."
Baik Fira maupun Adam menatap Ara yang sibuk dengan makanan tampak tidak memperdulikan omongan kedua orang tuanya atau hanya berpura-pura tidak peduli.
"Mama mau cari Papa baru?" tanya Ara dengan wajah sedihnya. "Apa artinya Ara tidak bisa bertemu dengan Mama lagi?"
Fira langsung memeluk putrinya. "Enggak kok, Sayang. Mama bisa ketemu kamu dan nggak ada seorang pun yang bisa memisahkan kita."
"Gimana kalau Papa baru jahat?"
Fira melirik Adam yang juga meliriknya. "Ara, Mama nggak akan nikah kalau kamu nggak izinin Mama untuk menikah."
"Fira," tegur Adam saat wanita itu membuat perjanjian dengan putri mereka tanpa berpikir konsekuensinya.
"Ara yang utama, Mas." Fira melepaskan pelukan pada putrinya dan menatap putrinya itu dengan senyuman hangatnya. "Mama nggak akan nikah kalau kamu nggak setuju."
"Kenapa Mama sama Papa tidak tinggal bersama lagi aja?" tanya Ara sambil melirik kedua orang tuanya bergantian.
"Susah sayang." Fira menjawab sambil meringis pelan.
"Susah bukan berarti nggak bisa 'kan?"
Adam kini mengambil alih pembicaraan. "Mama dan Papa tidak bisa kembali bersama."
Putusan tegas itu membuat Fira menelan kekecewaan bulat-bulat. Sekiranya dia tidak memutuskan untuk mengambil keputusan cerai dengan tergesa-gesa dan menerima kenikmatan yang ditawarkan sosok laki-laki pengusaha yang hadir di kehidupannya itu, mereka saat ini sudah pasti bahagia.
Ara terdiam dan berusaha untuk tidak menangis di depan kedua orang tuanya. Ia berusaha tegar walau masih kecil karena juga bukankah dia sudah biasa seperti ini? Ya, setidaknya dia masih bisa melihat kedua orangnya secara berkala.
"Kalau begitu, aku pergi dulu." Adam lalu melirik putrinya. Ia mengecup kepala putrinya dan berkata. "Minggu depan Papa jemput kamu."
Ara mengangguk pelan sebelum menatap punggung tegap ayahnya yang menjauh dari restoran tersebut.
***
Semangat buat Ara dan buat kalian juga yang broken home karena sesungguhnya, Tuhan sudah memiliki rencana yang terbaik untuk semuanya!
Intinya, kuatkan hati, teguhkan iman, everything gonna be okay :*
See you next chap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mr. Duda
RomanceCerita sudah tamat! Sudah tersedia versi Audio Book Pogo ya teman-teman :) Sinopsis, "Biar saya lihat," gumam Pak Adam membuat Alara terperanjat kaget tiba-tiba melihat dosennya sudah ada di sebelahnya. Mata teman-teman Alara kini menatap Alara p...