Ketika mata tak ingin terpejam, hanya lamunan yang menemani di kala malam kian menggelap. Alara masih belum bisa memejamkan matanya karena kabar hari ini yang di terimanya.
Ia hamil.
Ia sedang hamil.
Alara kembali bergerak dan memilih memunggungi suaminya. Ia menatap lampu kamar itu dengan tatapan kosong. Ia jujur saja bahagia memiliki anak, tapi di satu sisi ia justru takut akan melukai bayi yang ada di perutnya saat ini.
Ia takut gagal dalam membesarkan janin yang kini sedang berkembang di dalam sana. Janin hasil dari buah percintaannya dengan Mas Adam.
Tiba-tiba Alara merasakan dekapan hangat suaminya dari belakang. “Sudah jam dua pagi dan kamu belum tidur.”
“Maaf, aku udah ganggu tidur Mas.”
Adam menggerakkan tangannya ke perut Alara sementara bibirnya bergerak mengecup bahu telanjang Alara mengingat Alara hanya mengenakan gaun satin tidur sebatas paha dengan tali sejari.
Dada hangat Adam menyentuh punggungnya. Suaminya memang tidak pernah mengenakan baju saat tidur dan hanya mengenakan boxer yang sekiranya nyaman dibawa tidur.
“Kamu kenapa, hm?”
Alara menggeleng pelan kemudian berbalik agar bisa berhadapan dengan suaminya. Tangan Adam kini bergerak menyentuh pipi istrinya, Alara segera memeluk suaminya dan menyandarkan wajahnya di dada bidang keras nan hangat milik Adam.
“Aku takut nggak bisa jaga dia sampai dia lahir, Mas. Aku masih ceroboh, bodoh, dan juga ini pertama kalinya untuk aku.”
Adam membalas dekapan istrinya. Mengecup kepala istrinya dengan pelan dan membiarkan lengannya menjadi bantal tidur Alara. “Kamu bisa. Mas saja percaya sama kamu masa kamu nggak percaya sama diri sendiri. Dibalik sikap ceroboh kamu, kamu adalah orang yang bertanggung jawab, Ra. Mas tahu itu.”
Alara hanya diam mendengarnya.
“Kamu harus menjaganya dengan baik, memenuhi nutrisinya dan paling penting menjaga kesehatan kamu sendiri.” Adam mendekap istrinya dengan erat. “Sekarang ayo tidur karena bergadang tidak akan baik untuk kesehatanmu dan anak kita.”
Alara mengangguk dan memilih memejamkan matanya dalam pelukan suaminya yang menurutnya adalah tempat paling nyaman yang sering ia lakukan saat tidur semenjak menikah.
***
“Mekdi yuk?” ajak Reka pada Alara dan Tania yang kini duduk menemani Reni yang sedang menjaga buku untuk dijual.
“Curang lo, ngajak mekdi pas gue jagain bazaar gini!” Reni menyahut kesal.
Tania dan Alara hanya tersenyum kecil. Ini adalah hari ketiga dies natalis berjalan. Seharusnya mereka tidak perlu ke kampus mengingat tidak ada lagi jadwal kuliah, namun dari pada di rumah, mereka memilih untuk meramaikan.
Reka menggaruk tengkuknya. “Ya maap. Vino juga ikut tuh!” Tak lama Reka memanggil Vino sambil melambaikan tangannya. “Vin, sini.”
Tania melirik Alara. “Ayo deh, ikut.”
Alara ragu, dan akhirnya memilih untuk mengangguk. Ia mengirim pesan ke suaminya bahwa akan ke mekdi dengan teman-temannya mengingat sudah lama juga mereka tidak nongkrong disana.
Alara pergi menggunakan mobil Tania sementara Reka dan Vino menggunakan motor besar milik Vino. Untung saja ia sudah dapat izin dari suaminya sehingga Alara tidak perlu takut Mas Adam marah.
“Lo yang antri ya?”
Reka mengangguk menyahut jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Vino. Lelaki itu memilih duduk di sebelah Alara membuat Tania menyipitkan mata curiga sambil mengulum senyumnya. Bukan apa, hanya saja Vino terkenal sebagai robot berjalan di kampus mereka. Hari-harinya hanya diisi dengan belajar dan belajar, bahkan jika sedang libur seperti ini dia akan menghabiskan waktunya ke perpustakaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mr. Duda
RomanceCerita sudah tamat! Sudah tersedia versi Audio Book Pogo ya teman-teman :) Sinopsis, "Biar saya lihat," gumam Pak Adam membuat Alara terperanjat kaget tiba-tiba melihat dosennya sudah ada di sebelahnya. Mata teman-teman Alara kini menatap Alara p...