"Minggu depan kalian presentasi." Setelah Adam memutuskan untuk menyuruh setiap mahasiswa diwajibkan presentasi dengan tugas yang dia berikan, lelaki itu keluar dari lokalnya dan menuju kantor ruangannya.
Alara mendesah pelan. "Gue paling benci sama presentasi!"
"Ya mau gimana lagi." Putri teman seperjuangannya mengendikkan bahu. "Pak Adam kan memang suka menyusahkan mahasiswa."
"Eh, presentasi individu atau kelompok?" tanya Alara terlihat bahwa dia tidak begitu memperhatikan pelajaran Pak Adam.
"Individu!" sahut Vino yang merupakan komisaris di kelas mereka. "Mampus lo pada."
"Individu?!" seru Alara tidak percaya. "Nggak masuk deh gue minggu depan."
"Nggak ada alasan," sela Vino cepat pada gadis bermata bening yang memiliki rambut hitam lebat di depannya. "Gue laporin Pak Adam lu."
"Jahat banget sih lo sama gue!" Alara memukul Vino dengan buku yang di pegangnya. "Awas lo ya! Gue doain jomblo seumur hidup."
Vino mengelus bahunya lalu menggelengkan kepala dan kembali memasang headset yang menjadi temannya sehari-hari kemudian memilih untuk keluar dari ruang kelas mereka.
"Si Vino sama lo kayaknya akrab banget, Ra. Tapi, sama anak lain dia dingin gitu."
Alara mengendikkan bahunya. "Bodo amat. Paling resek dia."
Putri menggeleng tegas. "Dia bahkan diejek robot berjalan sama Martin. Lo tahu nggak, si Vino itu kemana-mana suka sendiri, nggak pernah berkumpul sama anak-anak lainnya. Dia itu anak kelas A yang paling dingin dan cuek sama cewek maupun cowok dan yang paling parah, IPK-nya nggak pernah turun selalu 4,00 dari awal semester."
"Masa sih?" tanya Alara tidak yakin. Sejujurnya, dia mengenal Vino juga baru-baru ini di semester kelima dan tidak begitu akrab sebelum mereka disuruh untuk berkelompok lalu Alara mendapatkan kelompok bersama Vino. Disitulah awal mereka akrab.
"Iya, anak kelas A yang paling pinter ya dia. Kita kelas C dari awal matrikulasi juga kelihatan bobroknya."
Alaran mendengus sebelum berkata. "Bobrok tapi kelas kita terkenal paling cantik-cantik dan ganteng. Bahkan mahasiswi tercantik angkatan kita aja ada di kelas C."
"Yee, orang cantik atau ganteng kalau otak kosong ya sama aja. Tapi, gue lebih milih kayak si Vino sih, pendiem, dingin, nggak banyak ngomong, tapi IPK selalu tinggi."
Alara tidak setuju dengan kata pendiem. "Dia rese nggak pendiem."
"Cuma sama lo doang. Jangan-jangan dia suka sama lo kali!"
Mata bening Alara seketika melebar. "Apaan! Nggak usah aneh-aneh."
Putri mengendikkan bahunya. "Terserah lo aja."
***
"Alara, Papa sama Mama memutuskan untuk menikahkan kamu."
Alara yang sedang memakan keripik singkong buatan ibunya seketika melebarkan matanya pada kedua orang tuanya yang kini menatapnya serius. "Apa? Alara nggak salah denger?"
"Kamu belum budeg kan?" sela sang kakak yang usianya terpaut 8 tahun lebih tua.
Alara langsung melemparkan keripik singkong itu pada abangnya. "Lagian abang juga belum nikah, kenapa harus Alara dulu yang menikah? Alara nggak mau! Alara juga masih kuliah Ma, Pa!"
"Kamu bisa kuliah juga setelah menikah. Memang apa salahnya menikah?" tanya Ayahnya dengan nada otoriter yang kental.
Alara menunduk ingin meminta pembelaan dari ibunya, namun terlihat ibunya pun selalu menurut dengan apa yang ayahnya inginkan. "Siapa laki-laki itu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mr. Duda
Roman d'amourCerita sudah tamat! Sudah tersedia versi Audio Book Pogo ya teman-teman :) Sinopsis, "Biar saya lihat," gumam Pak Adam membuat Alara terperanjat kaget tiba-tiba melihat dosennya sudah ada di sebelahnya. Mata teman-teman Alara kini menatap Alara p...