Bab 15. Rutinitas

75.3K 7.2K 65
                                    

Untungnya Ara sudah bisa pulang hari ini karena cepat mendapat penanganan dari dokter. Adam dan Alara saat ini sedang pulang ke rumah mereka. Dimana ia, suaminya dan Ara akan tinggal bersama. Rumah yang dulu pernah ia datangi sebelum menikah dengan Mas Adam.

Syukurnya hari ini Alara masuk kuliah siang jam dua. Jadi, ia bisa menemani Ara sejenak di rumah namun Mas Adam tetap menyewa pengasuh untuk Ara selama ia belum menikah karena waktunya yang sibuk dan padat.

Alara turun lebih dulu dari mobil saat mereka sampai di depan rumah sebuah komplek elite. Ia langsung membuka pintu sementara suaminya menggendong Ara yang masih lemah dan terlelap.

Adam langsung membawa masuk putrinya ke rumah dan meletakkannya di kamar Ara sendiri. Alara mengunci pintu rumah mereka lalu menyusul ke kamar Ara sambil menenteng buah-buahan yang sebelumnya mereka beli untuk persediaan.

“Ra, kamu jam berapa ke kampus?”

“Jam 2 Mas.”

Adam mengangguk. “Sebelum jam dua nanti Mas sudah di rumah. Pengasuh Ara sepertinya datang besok karena dia belum tahu bahwa kita sudah kembali.”

“Nggak pa-pa kok, Mas.” Alara lalu meminta izin untuk ke dapur. “Aku ke dapur dulu, Mas.”

Adam mengangguk membiarkan istrinya ke dapur. Ia kembali melihat putrinya yang terlelap saat mereka perjalanan pulang. Menaikkan selimut hingga ke dada Ara, kemudian menghidupkan ac dengan suhu 20° lalu keluar dari kamar putrinya untuk bersiap-siap ke kampus.

***

Alara hanya memasak nasi goreng pagi ini karena mereka memang belum sarapan sejak dari rumah sakit. Untung saja Ara sudah sarapan yang diberikan oleh pihak rumah sakit sehingga Alara tidak perlu mengganggu istirahat gadis kecil itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi dan Mas Adam sudah terlihat rapi dengan mengenakan kemeja navy dan celana kain hitam. Pria itu duduk di sebelah Alara kemudian melahap sarapannya tanpa berkata apapun sementara Alara hanya diam menyimak suaminya.

“Kenapa lihatin aku?” tanya Adam tiba-tiba membuat pipi Alara memerah karena ketahuan memperhatikan suaminya.

“Aku takut rasanya nggak sesuai sama lidah kamu, Mas.”

“Enak.” Adam menyahut kemudian memperhatikan istrinya. “Kamu nggak akan kenyang kalau cuma perhatiin Mas makan.”

Alara kemudian mulai menyuapkan masakannya sendiri ke dalam mulutnya. Rasanya lumayan dan masih diterima di lidahnya karena bagaimana pun, Alara cukup sering membuat nasi goreng untuk keluarganya saat hari libur.

Setelah selesai makan, Alara hendak mengambil piring suaminya, namun tarikan di tangannya membuat Alara seketika terjatuh di pangkuan suaminya.

“M-mas,” gumamnya karena takut Ara bisa saja terbangun dan akan melihat mereka. “Kalau Ara lihat bagai—hmph!” Bibirnya seketika dibungkam begitu saja.

Tangan Adam bergerak masuk ke dalam blouse Alara, mengelus punggung istrinya secara teratur membuat Alara menegang tiba-tiba. Ia memang belum terbiasa menerima serangan suaminya. Adam terus mencecap bibir Alara yang begitu manis dan memabukkan untuknya. Melumatnya tanpa ampun membuat Alara seketika terengah dan melepaskan tautan bibir mereka.

Keduanya seketika terengah-engah dengan kening saling menyatu. Kemudian Adam berbisik pelan, “Nanti malem kamu nggak bebas, Ra.” Setelahnya lelaki itu melepaskan istrinya. Membiarkan Alara berdiri dengan kakinya yang sudah seperti jelly.

Alara merasakan bibirnya sedikit membengkak akibat ciuman panas suaminya. Ia menyeka sisa-sisa basah di bibirnya sambil menatap suaminya dengan tidak percaya.

Dear, Mr. DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang