Bab 12. Naka

99K 7.7K 125
                                    

Alara baru saja selesai mandi siang ini karena setelah melakukan hubungan intim dengan suaminya pagi tadi, keduanya memilih untuk kembali terlelap dan baru saja bangun ketika jam menunjukkan pukul 12 siang. Ia bahkan sudah mengkeramas rambutnya. Alara mendesah pelan saat sebelum memakai bathrobe dia melihat bercak merah di tubuhnya ada dimana-mana. Jantungnya berdesir seketika membayangkan pengalaman pertamanya yang diambil oleh Mas Adam.

Tak ingin membayangkan lebih lama, ia memakai bathrobe lalu menggulung rambutnya dengan handuk kecil dan keluar dari kamar mandi. Alara melihat suaminya yang tertidur dengan bertelanjang dada sementara bagian bawah tertutup oleh selimut putih. Lagi-lagi ia tersipu malu seakan bayangan itu tidak ingin lepas dari otaknya.

Mas Adam menepati janjinya dan memperlakukan dirinya dengan sangat gentle.

Ia membuka lemari lalu meraih dress selutut yang dibelikan oleh pria yang kini terlelap di kasur. Alara kembali ke kamar mandi dan memakai dress tersebut karena takut bahwa Mas Adam akan terbangun tiba-tiba dan itu jelas membuatnya akan malu mengingat banyaknya kissmark di tubuhnya.

Untung saja lelaki itu tidak memberikan kissmark di lehernya atau mungkin Alara tidak akan keluar sampai tanda merah itu hilang.

Setelah memakai pakaiannya, Alara keluar dari kamar mandi lalu duduk di meja rias. Ia memakai handbody lalu mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer yang tersedia disana. Menatap wajahnya di cermin tersebut lalu menghela napas. Dia sudah menjadi seorang istri dan itu adalah tanggung jawab baru untuknya.

Sejenak Alara berpikir, apakah dia bisa membangun rumah tangga ini? Dia pun tahu bahwa rumah tangga itu dipenuhi oleh banyak rintangan ke depannya. Apakah Alara bisa menjaganya di usianya yang belum benar-benar matang ini?

Tiba-tiba ia merasakan pelukan di perutnya. Dilihatnya Mas Adam dari cermin yang entah kapan sudah bangun tidur, kini memeluknya dari belakang. Menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Alara lalu mengecupnya disana membuat Alara seketika menikmati permainan suaminya. Untung saja suaminya sudah memakai boxer atau Alara tidak akan berani melihatnya.

“Mas, ahh—” desahnya ketika Adam kembali menggodanya. Alara berharap bahwa pria itu memberikan jarak untuk melakukan yang kedua kalinya mengingat bagian bawah Alara masih terasa sakit. Ia melirik rambut Mas Adam yang baru saja di potong pendek sebelum pernikahan dari cermin. Bibir lelaki itu masih bermain di lehernya, sementara tangan Alara bergerak meremas rambut pria itu. “K-kapan Mas bangun?” tanyanya saat Mas Adam masih tidak melepasnya.

“Baru saja.” Adam menjawab sambil tersenyum kecil. Ia bergerak ke depan istrinya dengan pinggul yang bersandar di meja rias, menutup cermin dari Alara. Adam meraih dagu Alara dan berakata. “Kamu lamunin apa? Sampai nggak sadar Mas bangun.”

Alara menatap manik kelam tersebut lalu berkata. “Bukan apa-apa, Mas.”

Adam mengangkat alisnya karena tidak puas dengan jawaban Alara, tapi dia tidak memaksa. Pria itu membungkuk di depan Alara dan berkata. “Sebaiknya kamu nggak usah pakai lipstik karena Mas akan selalu menghapusnya.” Setelahnya lelaki itu kembali melumat bibir istrinya dengan dalam membuat gairahnya kembali naik. Namun, dia kali ini akan membiarkan Alara bebas mengingat ini kali pertama bagi wanita itu.

Alara segera tersipu malu lalu mendorong dada bidang nan kokoh milik Mas Adam. “Aku nggak pakai lipstik, cuma pakai lipbalm.”

“Apapun itu, Sayang.”

Alara lalu berdecak dan berkata. “Aku mau jalan-jalan, Mas. Bukan mengurung diri di kamar hotel,” gumamnya setengah merajuk.

Adam lagi-lagi tersenyum. “Mas mandi dulu, baru kita keliling. Besok kita harus pulang karena kamu harus kuliah dan Mas juga akan mengajar.”

Dear, Mr. DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang