Perhatian:
Diharapkan untuk membaca bagian Disclaimer and Warning terlebih dahulu ^^
Selamat menjadi bagian dari wibu dalam beberapa menit kedepan!
***
Anka baru saja pulang dari jadwal lesnya. Ia merebahkan seluruh badan di atas kasur. Ya beginilah kesehariannya. Sekolah, istirahat sebentar, les, lalu belajar. Itupun jadwal belajarnya kadang terpotong dengan membaca, sebagai hobinya sejak duduk di sekolah dasar kelas enam.
Anka membuka novel Hujan karya Tere Liye. Mulai tenggelam dengan bacaan disana.
"Aduh, sepertinya kereta juga terlambat pagi ini." Ibunya memeriksa lengannya.
Tidak ada jam tangan konvensional di sana, melainkan layar sentuh berukuran kecil, yang menunjukkan pukul 07.46. Itu gadget model terbaru, ukurannya 2x3 cm, ditanam di lengan, tinggal menggoyangkan lengan, layar itu menyala. Bahan dengan hak cipta masih banyak penduduk kota yang belum terbiasa. Tapi karena Ibunya bekerja di perusahaan IT, dia telah mengenakannya sejak enam bulan lalu. Sangat praktis. Layar itu bisa melakukan banyak hal.
"Wow," ucap Anka tepat ketika membaca bagian dua dari novel Hujan itu.
"Teknologi akan semaju itu nanti?" tanya Anka pada dirinya sendiri.
Ia kembali melanjutkan bacaan pada novel Hujan itu. Menggeleng pada setiap tragedi yang terjadi dalam novel. Tere Liye, selalu berhasil membuat Anka jatuh cinta pada semua karyanya. Bahkan untuk Hujan, novel Tere Liye yang Anka baca setelah Pulang, Negeri Para Bedebah, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, dan juga Rindu.
Drrrtttttt!!!
Dering telepon dari gadget milik Anka berbunyi. Perempuan yang tengah membaca itu, mengambil pembatas buku yang ia buat. Lalu menutup buku, dan mengambil gadgetnya.
"Halo, Anka!" seru laki-laki dari arah seberang sana.
"Halo, Alfi!" jawab Anka tak kalah senang.
"Udah pulang les?"
"Udah,"
"Lagi makan?"
"Enggak, tadi sebelum pulang sempet makan di sana,"
"Oooh, berarti lagi baca?" tanya Alfi tepat sasaran.
"Hahahaha yes!! What are u doing, Alfi?"
"Habis nyari kerja, ternyata nggak ada yang masuk buat anak smp kaya gue,"
"Ngapain cari kerja??"
"Bantu mamah dong, Annn,"
"Ngga gitu caranya bantu mamah, Fii,"
"Ya terus gimana?"
"Alfi, kerjaan manapun nggak ada yang nerima lo, kalo lo nggak punya skill."
"Tapi gue jago main bola, plus bisa main gitar, Ann," sahut Alfi.
"Yaudah, coba main bola sekarang," pinta Anka.
"Tapi adanya gitar nih di samping," jawab Alfi.
"Yaudah, coba main gitar,"
"Mau lagu apa?" tanya Alfi.
"Ngga tauuu hahahaha,"
"Request dong mbaa,"
"Hah apa yaa??"
"Apa ajaa,"
"Yaudah deh, Orange, dari 7!!"
"Jepang, ya?" tanya Alfi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vermeiden [END]
Teen FictionTernyata persahabatan antara laki-laki dan perempuan, memang sesusah itu ya? Atau hanya perasaan Anka saja? Alfi. Sosok yang berteman dengan Anka sejak duduk di bangku sekolah dasar, selalu berhasil membuatnya merasa bersyukur atas banyak hal di dun...