Perhatian:
Diharapkan untuk membaca bagian Disclaimer and Warning terlebih dahulu ^^
Bab ini banyaaak banget kata-kata kasarnyaa
Buat yang ngga biasa ada kata-kata kasar, bisa diskip aja. Tapi nanti gatau jalan ceritanya hehehe :))
***
Hari ini hari kamis. Kanaya memandang beberapa sepeda yang terpakir di depan kelasnya. Seementara teman-teman lainnya sedang berada di dalam kelas. Menonton anime berdurasi tiga puluh menit dari gadget milik Raya. Ujian Akhir Semester sudah berakhir minggu lalu. Rencana ingin ke Kota Tua bersama tidak jadi terlaksana, karena sepertinya anak laki-laki kelas sembilan satu itu sedang bertengkar.
"Ini, minum dulu," ucap Shaka duduk di samping Kanaya.
"Makasih," jawab Kanaya menerima segelas minuman dingin itu.
"Jadi gimana Anka?" tanya Shaka memulai.
"Anka jarang ngebahas Alfi lagi semenjak hari itu," jawab Kanaya.
"Hari apa?"
"Hari waktu kelas gue ada praktek bola voli. Habis praktek tuh dia kabur ke kantin. Dan itu posisinya sebelum Anka kabur, ada Alfi yang juga pergi ke arah kantin,"
"Jadi mereka udah ketemu?"
"Udah,"
"Udah clear dong?"
"Ya menurut lo aja,"
"Gue nggak tau," jawab Shaka mengedikkan bahunya.
"Lah lo kan sama Alfi duduk bareng?"
"Udah enggak. Gue pindah soalnya," jawab Shaka.
"Loh?"
"Seebelum Alfi pergi ke kantin itu, kita berantem. Makanya anak kelas disuruh keluar semua,"
"Really? Jadi sudut bibirnya Alfi yang lebam karena berantem?" tanya Kanaya.
"Iya, itu ditonjok sama Adnan. Dia sensitif banget kalo soal—"
"Soal apa?"
Mampus gue kebawa suasana. Batin Shaka merutuki kesalahannya.
"Bentar, gue angkat telfon dulu," jawab Shaka menocba tenang.
Sebenarnya bukan mau mengangkat telpon. Melainkan ingin menghubungi seseorang.
"Gue hampir keceplosan ini gimana," ucap Shaka berbisik.
"Anak ini mainnya kurang rapih banget deh," jawab Haidar dari arah seberang.
"Ngelak aja Shak, kaya soal apa gitu yang masuk akal," sahut Karel dari sana.
"Lo belum kasih tau Amara, Rel?" tanya Shaka.
"Belumlah. Lo pikir aja kalo Amara tau gimana," jawab Karel.
"Gue briefieng dulu nih sama lo pada biar kompak," ucap Shaka.
"Apa?"
"Gue bilangnya soal acara kemarin. Soalnya disini yang cape nggak cuma Alfi doang, tapi kita semua. Jadi karena Alfi bilang cape, Adnan ngerasa kalo Alfi mikirnya cuma dia doang yang cape, sisanya enggak. Gimana?" tanya Shaka.
"Boleh aja Shak," kali ini suara Adnannya langsung yang terdengar.
"Oke thanks," jawab Shaka langsung mematikan panggilan itu.
Namun ketika berbalik, Shaka tidak melihat Kanaya lagi. Laki-laki itu mengintip dari jendela, namun tidak ada juga. Bahkan kelima perempuan itu juga ikut menghilang. Panik? Tentu saja. Dirinya lari menuju kantin, tidak ada juga. Lalu mencari ke taman, tidak ada juga. Tapi ketika dirinya hendak ke perpustakaan, melihat ke arah kanan, ada. Di sana juga ada Andira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vermeiden [END]
Teen FictionTernyata persahabatan antara laki-laki dan perempuan, memang sesusah itu ya? Atau hanya perasaan Anka saja? Alfi. Sosok yang berteman dengan Anka sejak duduk di bangku sekolah dasar, selalu berhasil membuatnya merasa bersyukur atas banyak hal di dun...