25

6 1 0
                                    

Perhatian:

Diharapkan untuk membaca bagian Disclaimer and Warning terlebih dahulu ^^

Penumpang kapal Alfi Anka udah siap karam belum? hehe :)

***

Anka datang lebih cepat dari biasanya. Membuka buku catatan sekolahnya, karena novel Hujan karya Tere Liye yang kemarin ia pinjam, sudah selesai dibaca. Alasan Anka datang lebih cepat, karena dirinya berangkat dengan ayahnya, dimana jam berangkat ayahnya pagi-pagi sekali. Sementara ibun harus mengantar Hanan sekolah. Dan untuk Alfi, orang yang belakangan ini mengantar Anka, tidak ada kabar sejak pulang sekolah kemarin.

Ah iya, Anka baru ingat. Biasanya dirinya sebelum dan sesudah tidur berada di atas kasur. Tapi tadi pagi dirinya bangun masih berada di atas meja belajarnya. Berarti semalam tidak ada pesan ataupun panggilan dari Alfi? Karena biasanya ada pesan-pesan atau sambungan panggilan dari laki-laki itu sebelum dirinya tertidur.

Alfi sakit kah?

"Duh gue sendirian gini ada makin kepikiran. Apa keluar aje kali ya, nyari udara seger?" tanya Anka pada dirinya sendiri.

"Keluar aja deh," ucap Anka akhirnya.

Tepat selangkah lagi Anka keluar kelas, perempuan ini melakukan hal yang sebaliknya. Ia memundurkan langkahnya, kembali masuk ke kelas. Sedikit terkejut ketika Anka melihat Alfi berjalan dengan seorang perempuan. Kembali melangkah mundur, tepat Alfi tertawa, namun sempat melihat ke arah kelas Anka.

"Hahaha, ternyata bukan gue doang yang deket sama dia. Mungkin kemaren waktu acara, maksudnya Karel sama Amara kali ya," ucap Anka tertawa hambar.

Ia mengurungkan niatnya untuk keluar kelas, dan memilih untuk kembali ke tempat duduknya.

"Anka," panggil seseorang. Itu Keano.

"Apa?"

"Maaf. Gue minta maaf soal kejadian kemaren," ucap laki-laki itu menundukkan kepalanya.

"Iya, gue juga. Maaf terlalu kasar, maaf terlalu nggak sopan," ucap Anka.

"Gue ngerti. Gue yang terlalu lancang maksain perasaan lo," 

"Udah nggak ada space sama sekali buat gue ya, An?" lanjut Keano.

Anka terdiam. Perasaannya sekarang saja sudah tidak karuan.

"Jangan bahas gituan, bisa?"

"Oke, sorry kalo nggak nyaman," ucap Keano akhirnya.

Sekarang Anka benar-benar kembali ke tempat duduknya. Keano-pun yang sebelumnya hanya berdiri di depan papan tulis, kini melanjutkan langkahnya menuju tempat duduk Farhan. Dua tempat duduk lebih depan dari tempat duduk sebelumnya.

Selang kurang lebih lima menit berlalu, Anka lagi-lagi terkejut karena kedatangan Kanaya.

"Kenapa murung lo? Biasanya juga senyum sumringah, walaupun senyumnya tipis banget?" tanya Kanaya memulai percakapan.

"Nggak papa,"

"Lagi pura-pra nggak ketauan kalo lo makan berdua sama Alfi?" tanya Kanaya.

"Hah? Makan berdua?"

"Pake nanya lagi anjir. Lo kemaren pulang sekolah mampir dulu di bakso aci, kan?"

"Nggak,"

"Gue manusia yang nggak bisa diboongin Ann. Mata gue terlalu jeli melihat keuwuan orang," ucap Kanaya.

"Tapi kemarin gue pulangnya kan belakangan," ucap Anka, membuat Kanaya terdiam seratus persen.

Masa gue salah liat? Batin Kanaya bertanya.

Vermeiden [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang