Berawal dari saling follow di Instagram, Takanael memutuskan membuat perjanjian dengan Navara. Tentunya itu bukanlah kesepakatan yang hanya menguntungkan salah satu pihak, melainkan keduanya.
Dari sekadar basa-basi menanyakan apa kesibukan sekarang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Update lagi deh ya. Aku ngerasa bersalah udah ngeghosting. Semoga sukaaa.
Happy reading! •••
Navara sering bertanya-tanya kenapa rumah Takanael sering sepi. Katanya, teman Takanael sering main ke sini. Tapi, sudah satu bulan lebih Navara tinggal, tidak ada satupun temannya yang datang.
Navara jadi curiga, kalau Takanael bohong soal itu. Karena waktu sekolah dulu temannya Takanael kan, cuma tiga. Juan, Sandi, Aji. Itu doang.
“Gak sesering itu, Va. Apalagi kita lagi sibuk sama tugas akhir masing-masing. Kalau Juan sama Sandi biasanya sebulan sekali.” Takanael menjelaskan.
“Lo masih nugas kan? Gue ke bawah ya? Mau main sama Yota. Baju lo yang kemarin gue setrika udah ditaruh dalam lemari semua.”
Takanael segera menarik tangan Navara, membuat gadis itu mendekat dan terduduk di atas kasurnya.
“Yota lagi, Yota terus, Yota mulu. Pacar lo tuh gue atau Yota sih?! Duduk di sini. Temenin gue. Ini ada kerjaan dari bokap. Lo katanya mau sekalian belajar,” ucap Takanael terdengar posesif.
Navara tidak bisa menahan tawanya. “Ka, serius? Lo cemburu sama Yota? Astaga, Taka! Yota itu kucing lo kalau lo lupa!” Navara tertawa semakin kencang karena merasa wajah Takanael sangat lucu.
“Emang lo lebih perhatian ke Yota daripada gue. Padahal gue yang gaji elo.” Takanael memanyunkan bibir.
“Taka... plis deh, Yota cuma—”
“Ambil tumpukkan kertas di meja kerja gue. Bawa sini. Gue mau ajarin lo dikit-dikit.” Takanael memberi perintah yang tentu tidak bisa ditolak oleh Navara.
“Taka, bukannya gue jadi ganggu lo yang lagi kerja ya? Nanti aja deh gue belajarnya kalau lo lagi senggang.” Navara menyerahkan tumpukkan kertas itu pada Takanael. Beberapa hari lalu, Navara memang minta untuk diajarkan beberapa hal yang dulu tidak didapatnya di sekolah.
“Lo gak ganggu. Kapan sih, lo ganggu gue? Perasaan gue mulu yang gangguin elo. Gue cuma ngerasa canggung aja pas awal lo sering di sini. Buru duduk. Mau belajar gak?”
Navara mengangguk cepat dan ikut naik ke atas kasur, duduk di sebelah Takanael. Tampilan layar di laptop menjadi fokus Navara saat itu. Takanael mengajarinya agak ngebut. Beruntung Navara juga cepat tanggap. Ia langsung mengerti apa-apa saja yang Takanael jelaskan. Pandangan mereka bergantian dari PC dan kertas yang dipegang Takanael.
Navara mencatat beberapa hal penting di buku bindernya. Meski ia tidak kuliah, Takanael yakin skill yang dimiliki Navara mungkin setara dengannya. Gadis itu cepat mengerti untuk sesuatu yang baru diajarkan. Karena sejak SMK dulu, Navara dikenal dengan julukan born to be smart.