22 Snowy - PB

136 25 13
                                    

Hai!
Maaf ya baru update

Mungkin aku keliatan kayak menghilang tanpa alasan ya. Maaf bangetttt. Jadi, setelah update chapter yang kemarin, kepercayaan diri aku tiba-tiba down parah.

Komentar di chapter sebelumnya sepi dan kebanyakan minta lanjut aja, gak komen di beberapa paragraf. Aku jadi mikir, cerita gue garing ya? Basi banget ya kayaknya alurnya? Dilanjut atau gue apus aja?

Sampe kayak gitu. Aku jadi merenung dulu, baca lagi chapter chapter sebelumnya. Buat balikin semangat aku lagi.

Aku sengaja gak buka notif wattpad karena mood aku berantakan.

Makanya, beberapa hari ini aku cari cara untuk balikin mood aku, sampe akhirnya bisa update lagi.

Dan buat yang nunggu sama komen juga, makasih yaaaa atas apresiasinya.

Maaf kalau cerita aku masih banyak kurangnya
Semoga bisa sedikit menghibur hari kalian 💜

PEMBUKAAN

Jangan lupa tinggalkan jejak juga untuk chapter ini ya ❣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa tinggalkan jejak juga untuk chapter ini ya ❣

•• Happy Reading ••


Sudah mulai masuk musim hujan sepertinya. Tiap menjelang sore hujan akan turun dengan derasnya, bahkan di beberapa tempat sampai dilanda banjir. Navara hanya berharap, agar Takanael baik-baik saja saat di kampus maupun perjalanan pulang. Atau kalau bisa, jangan dulu hujan, sampai Takanael tiba di rumah.

Padahal masih pukul tiga sore, tapi langit begitu gelap, membuat Navara khawatir dengan Takanael yang belum pulang. Navara sudah mengirim pesan, dan Takanael bilang akan segera sampai.

Begitu melihat motor Takanael memasuki gerbang, Navara merasa lega. Doanya didengar, Takanael sudah lebih dulu sampai, sebelum hujan lebat turun. Navara mengunci gerbang lalu menghampiri Takanael.

“Gue seneng banget lo udah sampe,” ujar Navara. Tidak protes sama sekali saat Takanael memeluk pinggangnya posesif saat mereka berjalan masuk ke dalam rumah.

“Agak ngebut tadi. Ngeri banget liat langitnya, kayak tinggal berrr aja gitu.”

“Yang penting lo udah di rumah.” Navara balas memeluk Takanael, rasa cemasnya sudah berkurang.

Takanael membersihkan badan dan mengganti pakaian lebih dulu, baru setelahnya bergabung di meja makan. Belum waktunya makan malam sih, tapi mencium harum masakan Navara membuat Takanael jadi ingin makan.

Pacar BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang